REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping mendesak dilakukannya integrasi kekuatan pertahanan udara dan angkasa, yang oleh para pakar pada Selasa, dinilai merupakan tanggapan atas militerisasi angkasa luar oleh negara-negara pesaingnya termasuk Amerika Serikat.
Cina mengatakan bahwa program luar angkasanya bersifat damai, namun klaim tersebut pada 2007 pernah dipertanyakan ketika pihak militer menggunakan rudal darat untuk menghancurkan salah satu satelit miliknya sendiri di orbit.
Menurut beberapa laman, Cina pada Mei lalu juga melakukan tes sebagai bagian dari program baru rudal balistik anti-satelit.
Xi mengatakan kepada angkatan udara negara itu untuk "mempercepat integrasi wilayah udara dan mempertajam kapabilitas pertahanan dan serangan mereka", demikian dilaporkan kantor berita Xinhua, Senin, tanpa menjelaskan lebih lanjut apa yang harus dilakukan untuk itu.
Harian milik pemerintah China Daily pada Selasa mengutip Wang Ya'nan, wakil pemimpin redaksi majalah Aerospace Knowledge di Beijing yang mengatakan bahwa langkah tersebut merupakan respon atas "kebutuhan saat ini."
"Amerika Serikat memberikan perhatian dan sumberdaya untuk integrasi kemampuan udara dan luar angkasa, dan negara-negara adidaya lain juga bergerak secara progresif menuju militerisasi angkasa luar," kata Wang.
"Meski Cina telah menyatakan akan tetap pada penggunaan luar angkasa secara damai, kami harus meyakinkan bahwa kami punya kemampuan untuk mengimbangi operasi negara lain di luar angkasa."
Artikel China Daily menyebutkan "ide menggabungkan kemampuan udara dan luar angkasa bukan hal baru bagi AU Cina".
Namun program luar angkasa Cina sebelumnya lebih fokus pada masalah komersial dan sains, bukannya untuk pertahanan.
Beijing melihat program itu sebagai simbol meningkatnya teknologi di negara tersebut serta keberhasilan Partai Komunis dalam mengubah keberuntungan negara yang dulunya miskin itu.