Selasa 15 Apr 2014 15:26 WIB

Turki Desak Twitter Membayar Pajak

Rep: Gita Amanda/ Red: Bilal Ramadhan
Twitter
Foto: REUTERS
Twitter

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA-- Turki mendesak eksekutif Twitter untuk membuka kantor dan mulai membayar pajak pada pemerintah Turki. Hal tersebut diungkapkan, Senin (14/4), dalam pembicaraan langsung pertama antara kedua pihak, sejak pelarangan situs tersebut.

Pemerintah Perdana Menteri Tayyip Erdogan Maret lalu, memblokir situs jejaring Twitter dan Youtube. Keputusannya memicu reaksi keras dari dunia internasional. Pemblokiran dilakukan setelah bocornya rekaman audio di kedua situs, yang konon menunjukkan adanya lingkaran korupsi di pemerintahan Erdogan.

Pemblokiran dihentikan 10 hari lalu, setelah Mahkamah Konstitusi Turki memutuskan hal itu melanggar kebebasan berekspresi. Meski begitu, sebagian besar konten Youtube masih mengalami pemblokiran di Turki.Pada Sabtu (12/4) lalu, Erdogan menuduh Twitter mengelak dari pajak.

Erdogan mengulangi sikap agresifnya di hadapan kedua pihak saat pembicaraan. "Twitter, YouTube, Facebook adalah perusahaan-perusahaan internasional. Mereka didirikan untuk mendapat keuntungan," katanya di upacara pembukaan pabrik pemurnian di Istanbul.

Erdogan menambahkan, perusahaan-perusahaan jejaring tersebut datang layaknya perusahaan internasional. Mereka menurut Erdogan, harus mematuhi undang-undang dasar, hukum dan peraturan pajak yang berlaku.

Pejabat senior Turki mengatakan, Kepala Kebijakan Publik Global Twitter Colin Crowell telah menjalani dua putaran pembicaraaan di Ankara. Pembicaraan dilakukan untuk membuka saluran komunikasi yang lebih baik dengan pemerintah. Ia menggambarkan pertemuan pertama berlangsung positif.

"Tujuannya adalah agar perusahaan membayar pajak untuk mengatasi masalah dan memenuhi tuntutan yang adil di Turki dengan membuka kantor perwakilan di sini," katanya.

Pemerintah Turki memperkirakan Twitter menghasilkan 35 juta dolar per tahun, dari pendapatan iklannya di Turki. Selama ini Twitter tak dikenakan pajak oleh Ankara. Akses ke layanan Twitter telah diblokir pada 21 Maret lalu. Sifat Twitter yang merupakan media publik, membuatnya mudah menyebarkan informasi secara eksponensial. Pemerintah melihat Twitter sebagai kekuatan yang mampu menyebabkan ketidakstabilan.

Situs media sosial juga mengalami pemblokiran selama empat tahun di Iran selama pemilu presiden 2009. Pemblokiran juga terjadi di Cina sejak tahun yang sama.Turki mengatakan, pelarangan akses ke Twitter akan dihapuskan dengan syarat perusahaan tersebut menempatkan perwakilan lokal dan membayar pajak. Pemerintah juga meminta Twitter menyetujui, untuk memblokir konten tertentu jika diminta.

Seperti banyak perusahaan teknologi, Twitter menggunakan struktur bisnis non-tradisional. Ini membuat perusahaan sangat efisien terhadap pajak. Twitter memiliki kantor pusat di Dublin. Selain itu perusahaan jejaring sosial raksasa itu juga memiliki kantor perwakilan di Amsterdam, Paris, Rio de Janeiro dan Seoul.

Namun pelanggan di negara-negara seperti Turki, Jerman dan Inggris berhubungan langsung dengan kantor pusat di Dublin. Turki selama ini menginginkan penghapusan kicauan, yang dianggap membahayakan keamanan nasional dan privasi individu. Turki juga ingin Twitter menyerahkan alamat IP dari akun tersebut, yang dilihat sebagai sebuah ancaman.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement