Rabu 16 Apr 2014 15:44 WIB

Rusia Nyatakan Prihatin dengan Operasi Militer Ukraina

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Julkifli Marbun
Peta Ukraina
Foto: VOA
Peta Ukraina

REPUBLIKA.CO.ID,  KIEV -- Setelah pemerintah Ukraina melancarkan operasi anti-teroris di Ukraina timur, Presiden Rusia Vladimir Putin pun memperingatkan Ukraina tengah berada di ambang perang saudara. Dalam sebuah pembicaraan melalui telepon dengan Konselor Jerman Angela Merkel, Putin menyebutkan langkah tersebut merupakan eskalasi besar-besaran.

"Presiden Rusia melihat hal itu sebagai eskalasi besar-besaran dan membuat negara tersebut berada di ambang perang saudara," kata Kremlin, seperti dilansir dari BBC.

Meskipun begitu, kedua pemimpin tersebut menekankan pentingnya rencana pembicaraan internasional antar empat negara, Rusia, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Ukraina. “Meskipun terdapat perbedaan pendapat atas krisis yang terjadi saat ini, persiapan untuk menggelar pertemuan yang telah direncanakan di Jenewa menjadi fokus utama pembicaraan,” kata pernyataan dari kantor Merkel.

Tak hanya itu, Putin juga berharap pembicaraan di Jenewa dapat membantu meredakan situasi. Bahkan, pada Selasa kemarin, Moscow juga mendesak mitra internasionalnya untuk mengecam tindakan Ukraina yang meluncurkan operasi anti-teroris yang dinilai dapat menyebabkan bencana.

“Kami prihatin atas operasi militer yang dilakukan oleh Ukraina. Bahkan telah memakan korban,” kata Menteri Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan. Diplomat Rusia menyebut tindakan tersebut sebagai perintah kriminal melawan rakyatnya sendiri. “Peristiwa yang terjadi menunjukkan keengganan otoritas Kiev menggelar dialog dengan warga Ukraina,” tambahnya.

Ketegangan semakin memuncak beberapa akhir ini setelah pemberontak pro-Rusia menguasai gedung pemerintahan di sejumlah kota di Ukraina timur. Mereka menuntut perluasan otonomi atau referendum pemisahan diri dari Ukraina.

Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan Rusia telah mengerahkan pasukan militernya dalam penyamaran untuk melakukan aksi tersebut serta menduduki gedung pemerintahan di Ukraina timur. Berbicara di London, ia menyebut Rusia tengah menghadapi konsekuensi panjang yang serius jika tetap melanjutkan invasinya ke Ukraina.

Sementara itu, Presiden Ukraina Olexander Turchynov mengatakan pasukannya telah berhasil mengambil alih pangkalan udara di Kramatorsk setelah terlibat baku tembak dengan pasukan pendukung Rusia. Dalam operasi tersebut, para pasukan Ukraina diturunkan dari dua helikopter di pangkalan udara Kramatorsk.

 

Lanjutnya, operasi itu dinilai menjadi bentuk perlindungan kepada warga Ukraina untuk menghentikan berbagai teror dan kejahatan serta menghentikan upaya pemisahan wilayah dari Ukraina. Sepanjang malam, hingga 100 orang dilaporkan berada di luar pangkalan udara dengan membawa bom yang diletakkan di tanah.

Kendaraan militer Ukraina juga telah dikerahkan di utara dekat kota Sloviansk. "Para separatis harus diperingatkan jika mereka tidak melucuti senjata mereka, mereka akan diserang," kata Jenderal Keamanan Ukraina Vasyl Krutov.

Menteri Luar Negeri Rusia sendiri menyatakan keprihatinannya atas krisuh yang terjadi di Ukraina timur. Sedangkan, Kiev dan Washington telah menyalahkan Rusia karena telah memicu kerusuhan meskipun tuduhan ini berulang kali dibantah oleh Rusia.

Ukraina sendiri mengumumkan dimulainya operasi anti-teroris di Ukraina timur pada Selasa. Langkah ini diambil setelah para pemberontak pendukung Rusia melewati batas tenggat waktu yang diberikan pemerintah Kiev untuk melucuti senjatanya.

Sementara itu, Gedung Putih menyebut operasi tersebut sebagai bentuk tanggapan yang terukur atas aksi para pemberontak. Atas tindakannya ini, Amerika Serikat dan Uni Eropa pun menjatuhkan sanksi terhadap Rusia. Sebelumnya, AS pun menyatakan akan memberikan dukungannya kepada Ukraina, namun tidak akan memberikan bantuan senjata ke Kiev.

“Pemerintah Ukraina bertanggung jawab memberikan keamanan dan ketertiban dan insiden di Ukraina timur ini menciptakan situasi di mana pemerintah Ukraina harus meresponnya,” kata juru bicara Gedung Putih, Jay Camey, seperti dilansir dari Rusia Today.

Rusia sebelumnya telah mencaplok wilayah Crimea pada akhir bulan lalu setelah Crimea menyelenggarakan referendum yang dinilai ilegal oleh internasional. Selain itu, Rusia juga dinilai telah mengerahkan ribuan pasukannya ke perbatasan Ukraina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement