REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Krisis di wilayah Ukraina timur semakin mengkhawatirkan. Para demonstran bersenjata pendukung Rusia yang sebelumnya menduduki gedung pemerintahan lokal pun kini melepaskan tembakannya.
Setidaknya tiga orang tewas dalam baku tembak yang dilakukan oleh para separatis pada Ahad (21/4) pagi. Insiden ini tentu merusak kesepakatan internasional yang telah disepakati oleh empat negara.
Peristiwa ini memicu adanya perang mulut antara Rusia dan Ukraina. Mereka pun mempertanyakan kepatuhan masing-masing pihak terhadap kesepakatan yang telah disepakati pekan lalu untuk mengakhiri krisis di Ukraina.
Kelompok separatis sendiri mengatakan sekelompok pria bersenjata dari sayap kanan nasionalis Ukraina telah menyerang mereka terlebih dahulu. Kelompok sayap kanan itu pun membantah tuduhan tersebut. Mereka menuduh pasukan Rusia dibalik serangan tersebut.
"Gencatan senjata Paskah telah dilanggar," kata menteri luar negeri Rusia dalam pernyataannya. "Provokasi ini menunjukan ketidakmauan pihak berwenang Kiev untuk mengendalikan dan melucuti para nasionalis dan ekstrimis," tambahnya.
Kegagalan penerapan kesepakatan Jenewa itu dapat memicu adanya pertumpahan darah di Ukraina timur. Tetapi, insiden ini juga dapat membuat Amerika Serikat kembali menjatuhkan sanksi keras terhadap Rusia.
Kesepakatan tersebut disetujui di Jenewa pekan lalu oleh Rusia, Ukraina, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Mereka sepakat bahwa kelompok bersenjata ilegal harus dibubarkan dan diawasi oleh keamanan OSCE Eropa.