REPUBLIKA.CO.ID, MOKPO -- Dari transkrip percakapan antara kapal feri Sewol dan pusat lalu lintas moda (VTS) di Pulau Jindo, terlihat bagaimana kru kapal membuang waktu pada fase kritis awal musibah atau golden hour.
Dari transkrip itu juga diketahui para kru berkumpul di anjungan, bukan sedang membantu evakuasi penumpang di saat-saat darurat.
''Kru berkumpul di anjungan dan tidak bisa bergerak. Tolong kirimkan bantuan secepatnya,'' kata seorang kru bermarga Kang mengontak VTS pada Rabu (16/4), pukul 9.17 pagi waktu setempat.
''Untuk berbagai kondisi darurat di kapal, termasuk kebakaran, tumpahan minyak dan miringnya kapal, kru seharusnya sudah dibagi tugas di berbagai posisi termasuk evakuasi penumpang,'' kata profesor dari Universitas Maritim Nasional Mokpo, Lim Geung-soo kepada Korea Times, Senin (21/4).
Lim mengatakan insiden menjadi semakin buruk karena koordinasi yang berantakan setelah sang kapten meninggalkan kapalnya. ''Mereka hilang komando dan kontrol,'' kata Lim.
Kru kapal, kata Lim, sudah salah sejak awal mengirim sinyal masalah ke VTS. Pada kasus yang sangat darurat, kapal harusnya mengirim sinyal melalui kanal 16 VHF.
Kanal 16 VHF merupakan kanal darurat internasional. Kanal ini harusnya dioperasikan selama perjalanan dan akan dikontrol penjaga pantai seluruh dunia.
Sekali tombol kanal ini ditekan, lanjut Lim, sinyal darurat akan dikirim ke operator maritim terdekat, penjaga pantai, kapal-kapal di sekitar, bahkan pesawat yang melintas.
Kru kapal juga sempat mengontak VTS Pulau Jeju yang berjarak 80 kilometer sebelum VTS Pulau Jindo yang berjarak 20 kilometer dari lokasi. ''Jika saja Sewol memahami mekanisme ini, respon yang lebih cepat bisa dilakukan penjaga pantai. Kesalahan yang jelas pada awal kejadian,'' kata Lim.
Setelah mengontak VTS Pulau Jeju pada 8.55 pagi, Sewol lalu mengontak VTS Pulau Jindo pada 9.06. Percakapan sejak pukul 9.06 hingga 9.37, Rabu pagi itu menjadi rekaman percakapan terakhir sebelum kapal dinyatakan tenggelam.