Rabu 23 Apr 2014 23:59 WIB

Oposisi Minta Arab Saudi Tingkatkan Bantuan ke Suriah

 Pemandangan kota yang hancur, penuh dengan puing-puing yang berserakan akibat perang saudara di kota Homs, Suriah, Ahad (9/3).  (Reuters/Thaer Al Khalidiya)
Pemandangan kota yang hancur, penuh dengan puing-puing yang berserakan akibat perang saudara di kota Homs, Suriah, Ahad (9/3). (Reuters/Thaer Al Khalidiya)

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH-- Ketua kelompok oposisi utama Suriah meminta Arab Saudi meningkatkan dukungannya bagi gerilyawan Tentara Pembebasan Suriah, kata penasehatnya, Rabu. Arab Saudi adalah salah satu dari para pendukung utama gerilyawan menentang Presiden Bashar al-Assad dalam perang saudara yang meningkat dan dilihat sebagai satu perang antara negara itu dan seteru regionalnya Iran, sekutu dekat pemerintah Bashar.

Ahmed Jarba, Kepala Koalisi Nasional yang beroposisi, bertemu dengan Putra Mahkota Salman bin Abdulaziz dan Menlu Pangeran Saud al-Faisal, Selasa. "Perundingan-perundingan itu dipusatkan mengenai kelanjutan bantuan Arab Saudi dan tentang perlunya memperkuat kemampuan Tentara Pembebasan Suriah (FSA)," kata penasehat Jarba, Monser Akbik kepada AFP.

Lebih banyak bantuan diperlukan "untuk menghadapi jumlah para petempur sewaan dan milisi Hizbullah Lebanon dan Irak", yang berperang membantu pemerintah Suriah, katanya. Ia mengatakan Rusia dan Iran juga meningkatkan bantuan militer dan ekonomi kepada Bashar.

FSA juga memerangi kelompok-kelompok garis keras dari gerilyawan Negara Islam Irak dan Levant (ISIL). Jarba mengemukakan kepada Pangeran Salman dalam pertemuan mereka bahwa pengumuman pemerintah bagi penyelenggaraan pemilihan presiden 3 Juni, diduga kuat akan memilih Bashar kembali, telah "menutup pintu bagi solusi politik.

Demonstrasi yang diilhami Arab Spring menentang Bashar meletus Maret 2011 dan kemudan meningkat menjadi pemberontakan bersenjata menghadapi tindakan keras pemerintah Bashar. Pemilihan presiden Juni mendatang akan merupakan pemilihan presiden pertama yang diselenggarakan pemerintah setelah mengamendemen konstitusi setelah sebelumnya diselenggarakan referendum.

Peraturan pemilihan itu mengharuskan para kandidat tinggal di Suriah selama 10 tahun belakangan ini yang secara efektif menghambat para tokoh oposisi di pengasingan ikut mencalonkan diri.

Oposisi Suriah mengancam pemilihan yang direncanakan sebagai satu sandiwara, sementara PBB d Liga Arab mengatakan itu akan menimbulkan satu hambatan besar pada usaha-usaha bagi satu penyelesaian yang dirundingkan. Konflik itu menewaskan lebih dari 150.000 orang dan hampir separuh penduduk Suriah terlantar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement