REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Amerika Serikat dan Israel mengecam keras perjanjian Hamas dengan faksi-faksi Palestina yang akan membentuk pemerintahan kerjasama dalam lima minggu ke depan. Perbaikan hubungan sejak tujuh tahun terakhir antar Palestina itu dianggap membahayakan perjanjian damai Palestina-Israel yang sedang diusahakan Amerika Serikat.
Sebagai bentuk protes, Israel membatalkan sesi negosiasi yang seharusnya dilakukan Rabu (23/4) malam waktu setempat. Setelah perayaan bergabungnya Hamas dan faksi-faksi Palestina, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan komentar pedas.
‘’Siapapun yang bergabung dengan Hamas berarti tidak menginginkan perdamaian,’’ kata Netanyahu dikutip dari New York Times. Ia menggambarkan Hamas sebagai organisasi pembunuh yang selalu berseru menghancurkan Israel.
Kerja sama dengan Hamas ini juga mengejutkan para pejabat di Washington. Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki menyebut tindakan Palestina sangat mengecewakan dan mengganggu. Waktunya pun dianggap sangat tidak tepat mengingat batas waktu perjanjian Palestina-Israel akan berakhir dalam beberapa hari mendatang, 29 April.
Psaki mengatakan, seharusnya Palestina berkomitmen melakukan tindakan anti-kekerasan dengan tidak bergabung dengan golongan yang dikenal keras seperti Hamas. ‘’Pemerintah Palestina seharusnya menghormati komitmen perjanjian yang sebelumnya diupayakan dan melaksanakannya,’’ kata Psaki. Jika kondisinya seperti ini, tambahnya, negosiasi akan semakin sulit dilakukan karena Israel tidak lagi percaya bahwa Palestina juga punya hemat untuk berdamai.
Sementara, Abbas mengatakan bahwa kerjasama ini tidak berkontradiksi dengan perjanjian mereka dan Israel. ‘’Kami benar-benar berkomitmen untuk membangun perdamaian yang adil berdasarkan prinsip kedua negara,’’ kata Abbas dalam konferensi usai pertemuan PLO-Hamas di Gaza, Rabu lalu.