Kamis 24 Apr 2014 13:55 WIB

PBB Akan Putuskan Masalah Sahara Barat

Pendukung kelompok separatis Sahara Barat berunjuk rasa di Maroko
Foto: FOREIGN POLICY
Pendukung kelompok separatis Sahara Barat berunjuk rasa di Maroko

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan PBB, Selasa, akan melakukan pemungutan suara untuk memperbarui mandat misi penjaga perdamaian di Sahara Barat, namun kembali tanpa memperluas mandatnya dengan pemantauan hak asasi manusia, kata para diplomat.

Resolusi itu yang diedarkan oleh Amerika Serikat bertujuan untuk mengirim "sinyal terpadu yang jelas", kata seorang diplomat Dewan Keamanan, Rabu, setahun setelah perseteruan serius antara Maroko dan Amerika Serikat.

Semua 15 negara anggota Dewan Keamanan diharapkan untuk mengadopsi resolusi itu pada Selasa depan tanpa masalah, kata diplomat itu menambahkan.

Kelompok hak asasi manusia telah menekan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk menugaskan pasukan penjaga perdamaian MINURSO dengan mandat memantau hak asasi manusia.

Washington berusaha untuk memperbesar mandat tahun lalu, namun usulan itu akhirnya dicabut setelah Rabat meluncurkan kampanye lobi yang gencar.

Maroko, yang menguasai Sahara Barat pada 1970-an dan mengontrol sebagian besar wilayah itu, sangat sensitif terhadap kritik atas kebijakannya di daerah yang disengketakan oleh Aljazair.

Bulan ini, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa Ban Ki-moon menyerukan suatu pemantauan hak asasi manusia di Sahara Barat yang "berkelanjutan, independen dan imparsial", dan menyambut upaya Maroko untuk memperbaiki situasi di wilayah sengketa yang berada di bawah kendalinya.

Tapi Raja Maroko Mohamed VI memperingatkan Ban dari suatu "pilihan berbahaya" dan bersikeras bahwa peran Perserikatan Bangsa Bangsa tetap tidak berubah.

Maroko telah mengusulkan otonomi luas bagi Sahara Barat di bawah kedaulatannya sebagai solusi untuk konflik puluhan tahun itu.

"Masalah penting sekarang adalah bahwa langkah-langkah orang Maroko umumkan, yang akan menjadi kemajuan nyata di sisi hak asasi manusia, itu dilaksanakan oleh mereka," kata diplomat itu.

Dia mengatakan misalnya bahwa rancangan Undang-Undang tentang pengadilan militer harus disahkan oleh parlemen Maroko.

"Perbedaannya tahun ini adalah bahwa Maroko telah menetapkan serangkaian tindakan yang mereka siapkan untuk menangani sisi hak asasi manusia, dan kami akan memastikan mereka melakukan itu," tambahnya.

MINURSO telah memantau gencatan senjata antara Maroko dan Front Polisario yang didukung Aljazair sejak tahun 1991.

Pemungutan suara Perserikatan Bangsa Bangsa pada awalnya ditetapkan dilakukan Rabu tetapi rancangan resolusi dibagikan kepada anggota terlambat, kata seorang diplomat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement