Jumat 25 Apr 2014 00:28 WIB

Memulai Kegiatan Belajar, SMA Danwon Dirundung Trauma

Rep: Gita Amanda/ Red: Mansyur Faqih
Keluarga korban kapal Sewol yang tenggelam di Laut Jindo sesaat sebelum melakukan long march ke istana presiden untuk memprotes tim penyelamat pemerintah yang dinilai lamban dalam mengevakuasi korban, Ahad (20/4).
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Keluarga korban kapal Sewol yang tenggelam di Laut Jindo sesaat sebelum melakukan long march ke istana presiden untuk memprotes tim penyelamat pemerintah yang dinilai lamban dalam mengevakuasi korban, Ahad (20/4).

REPUBLIKA.CO.ID, ANSAN -- Para siswa Sekolah Menengah Atas Danwon, telah memulai kembali kegiatan belajar mengajar pada Kamis (24/4). Pejabat pendidikan mengatakan, selama dua hari pertama kelas akan fokus untuk membantu siswa mengatasi trauma.

SMA Danwon di Ansan, sekolah di mana 339 guru dan penumpang korban Feri Sewol berasal, memulai kembali kegiatan belajar mengajar mereka. Sekolah diwarnai pemandangan tragis dan memilukan. Seperti pita kuning, bunga krisan, dan foto teman-teman serta guru mereka yang hilang mau pun tewas.

Selama dua hari pertama kelas dimulai, sekolah fokus untuk membantu siswa mengatasi trauma dan kehilangan mereka. Pejabat pendidikan meminta bantuan psikiater dan konselor profesional untuk membantu siswa.

Sementara di Museum Olimpiade, didirikan sebuah tugu peringatan sementara. Bunga-bungan berserakan, diberikan untuk ratusan korban tewas dan hilang oleh pelayat berpakaian hitam.

"Saya sangat sedih, saya juga kesal dan marah. Saat saya masuk dan melihat wajah-wajah para siswa, saya tak bisa menahan air mata," kata pengusaha Lee Dong-geun.

Hingga saat ini, 169 mayat korban telah ditemukan. Sementara ratusan lainnya masih dalam proses pencarian. Ratusan penyelam juga terus melakukan pencarian mayat-mayat yang tersisa. Kelas atas di Danwon di mulai pada Kamis, sementara kelas lebih rendah akan dimulai pekan depan.

Hingga kini belum jelas, apakah 75 siswa yang selamat akan kembali ke sekolah. Mengingat banyak siswa masih menjalani perawatan di rumah sakit. Banyak dari mereka mengalami tekanan mental.

Lee Seung-min (18 tahun) mengatakan, para siswa yang menyaksikan berita terkait tenggelamnya Sewol terus menangis. Mereka mengaku hanya bisa menangis dan menempatkan bunga krisan dan tak mampu berbuat apa-apa.

Catatan dan pesan untuk para guru dan siswa yang hilang, ditempel di dinding, tangga, pintu dan jendela sekolah. Beberapa meninggalkan kue, minuman soda, dan roti di kaca jendela. Di dalam kelas beberapa karangan bunga putih diletakkan di meja kosong.

"Jung-hoon kami adalah anak yang baik. Silakan, jaga dia, jika dia tak selamat tempatkan dia di tempat yang baik," tulis salah satu pesan di pintu.

sumber : ap
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement