REPUBLIKA.CO.ID, RIO DE JANEIRO -- Mantan kolonel militer Brasil, Paulo Malhaes (76 tahun) ditemukan tewas di rumahnya, Kamis. Ia yang pernah mengaku telah melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap tahanan politik di bawah kekuasaan militer hingga 1980 itu dibunuh oleh tiga pria yang menjebol masuk rumahnya.
Istrinya mengatakan, Malhaes dicekik oleh tiga orang yang masuk ke dalam rumah mereka. Polisi pun mengatakan para pelaku juga membawa komputer dan sejumlah senjata.
Kepolisian Brasil mengatakan, tengah mencari gambar CCTV yang dapat membantu mengungkapkan pembunuh Malhaes. Sementara itu, pengacara terkenal di Brasil, Wadih Damous mengatakan, para penyusup mungkin mengincar data rahasia yang ia pegang.
"Dia adalah seorang agen represi politik penting selama kediktatoran dan memegang banyak informasi terkait apa yang terjadi di balik peristiwa saat itu," kata Damous.
Bulan lalu, Malhaes muncul dan memberikan pengakuannya atas penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan terhadap para tahanan. Ia pun menyatakan tak pernah menyesali tindakan tersebut.
Malhaes juga mengungkapkan bagaimana ia menyiksa banyak tahanan politik. "Saya melakukan tugas saya. Saya tak menyesal," katanya kepada Komisi Kebenaran Nasional Brasil yang menyelidiki pelanggaran masa lalu.
Ia pun membela diri dengan mengatakan, orang yang dibunuh dan disiksa merupakan gerilyawan yang memperjuangkan perjuangan bersenjata. Sekitar 500 orang telah hilang atau dibunuh di Brasil ketika militer berkuasa pada 1964 hingga 1985.
Ribuan orang lainnya ditahan dan disiksa, termasuk presiden saat ini Dilma Rousseff. Pada 1 April, Brasil memperingati 50 tahun kudeta militer sejak 1964. Presiden Rousseff mengatakan kekejaman yang dilakukan pada saat itu tidak boleh dilupakan.