REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Beberapa ribu orang turun ke jalan-jalan Caracas dan kota-kota Venezuela lainnya, Sabtu, untuk memprotes rencana reformasi pendidikan dan pembatasan hak untuk berdemonstrasi.
Pawai terbaru itu dalam serangkaian kekerasan dan kerusuhan anti-pemerintah yang meletus pada Februari dan telah mengklaim sedikitnya 41 orang tewas.
Kementerian Pendidikan baru-baru ini mulai konsultasi-konsultasi untuk reformasi kurikulum sekolah dasar negeri, satu gerakan yang menurut para penentang ditujukan "mengindoktrinasi" para siswa dengan retorika sosialis yang dipromosikan oleh mendiang pemimpin Hugo Chavez dan para pewaris politik dan penggantinya, kata Presiden saat ini Nicolas Maduro.
Diperkirakan 3.000 demonstran sebagian besar masih muda berkumpul ibu kota Caracas, yang semula dekat dengan satu universitas.
Beberapa demonstran membawa beberapa poster, yang terbaca "pendidikan bukanlah indoktrinasi" dan "berjuang untuk pendidikan itu mengajarkan kita untuk berpikir dan tidak taat."
Lainnya mengecam pembatasan-pembatasan baru pada protes-protes dengan spanduk seperti: "Memprotes adalah hak saya."
Pada Kamis, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan demonstrasi-demonstrasi hendaknya disetujui terlebih dahulu oleh pihak berwenang atau risiko yang tersebar, dalam rangka "menjamin hak untuk gerakan bebas."
Para penentang mengatakan, keputusan itu bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Protes serupa terjadi di kota-kota lain di seluruh negeri, termasuk di Valencia dan Maracaibo.
Kerusuhan anti-pemerintah telah mengguncang Venezuela sejak Februari, menewaskan sedikitnya 41 orang dan lebih dari 700 luka-luka saat mahasiswa marah dan mengutuk kejahatan yang merajalela, inflasi, kelangkaan bahan pokok yang luas dan kesengsaraan ekonomi.
Demonstrasi-demonstrasi telah mereda baru-baru ini, tetapi berlanjut secara sporadis di kantong Caracas timur, yang cenderung anti-Maduro.
Maduro terpilih untuk menggantikan Chavez tahun lalu setelah pemimpin populis-penghasut itu meninggal karena kanker.