REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proyek pembangunan Rumah Sakit Indonesia (RSI) Gaza-Palestina beserta pengadaan alat kesehatannya mesti diselesaikan dengan rapi. Sebab, RSI akan menjadi hadiah megah dari rakyat Indonesia untuk warga Palestina atas nama kemanusiaan.
“Ini rumah sakit masyarakat Indonesia, saat rumah sakit siap beroperasi, kita akan memberikan bulat-bulat untuk rakyat Palestina,” kata salah satu pendiri Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Joserizal Jurnalis kepada Republika pada Rabu (30/4). Sebab, lanjut Jose, pihak MER-C , hanya sebagai penyambung amanah warga Indonesia ke Palestina. Yang mesti ditekankan, penyerahan rumah sakit ditujukan atas mana rakyat palestina, bukan pemerintah setempat.
”Meski representasinya tetap dipegang pemerintah,” lanjutnya.
Sejak pendirian rumah sakit direncanakan para 2009, banyak pihak yang meragukan keberhasilannya. Namun, Jose dan rekan-rekan MERC yang mewakili rakyat Indonesia tetap gigih.
“Kalau di bom sama Israel, ya nanti kita bangun lagi, karena yang jauh lebih penting adalah spirit rakyat Indonesia,” tegasnya.
Proses pembangunan rumah sakit memang tak lepas dari kendala juga bahaya yang mengancam nyawa. Jose bercerita, pada 2012, misalnya. Sempat ada ada peluru dan pecahan bom masuk ke area bangunan rumah sakit. Pendirian rumah sakit memang rentan, sebab jaraknya hanya sekitar 3 kilometer dari jalur Gaza.
“Target kita Oktober atau Desember bisa menyerahkan dana ke untuk pembelian alat-alat rumah sakit,” lanjutnya. Ia berharap, dengan terpenuhinya bangunan, fasilitas dan tenaga medis, nantinya RSI akan menjadi rumah sakit modern tipe traumatologi dan rehabilitasi terlengkap dan pertama di Palestina.
Hubungan istimewa
Hubungan Indonesia dan Palestina, lanjut Jose, bukan hanya hubungan antarnegara biasa. Ditinjau dari kesejarahan, Palestina merupakan negara pertama yang mendukung Indonesia merdeka. Ia juga menjadi peserta Konferensi Asia Afrika yang digagas Bung Karno, namun menjadi satu-satunya negara yang belum merdeka.
“Sebagai warga negara, kita jelas menolaknya, karena penjajahan bertentangan dengan UUD 1945, sebagai umat Islam kita juga menolaknya karena Alaqsa harus bebas dari Zionis,” paparnya. Maka, pendirian RSI merupakan salah satu bentuk persahabatan yang harmonis antara Indonesia dan Palestina.
Yang lebih menggugah hati adalah partisipasi masyarakat Indonesia dalam mendanai RSI. Tecatat, lebih dari Rp 30 miliar dana yang dihimpun didominasi oleh sumbangan warga Indonesia dari kalangan menengah ke bawah. “Orang konglomerat bahkan tidak menyumbang, pada takut mereka,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Presidium MER-C Henry Hidayatullah menyatakan, pendirian rumah sakit secara tidak langsung menunjukkan upaya diplomasi masyarakat Indonesia di ranah Internasional.
“Kita tunjukkan bahwa Palestina tidak berdiri sendiri, Palestina harus merdeka. Ini pesan dam sikap masyarakat Indonesia,” katanya.
Sejak mulai diupayakan untuk dibangun, RSI juga menjadi ikon Indonesia di Palestina. Ia bercerita, bahwa jika warga Palestina mendengar kata “Indonesia”, maka mereka akan langsung teringat pada “Mustasyfa” alias Rumah Sakit Indonesia. Sebab, rumah sakit yang berlokasi di Bayt Lahiya tersebut dibangun dengan besar dan megah, di atas lahan seluas 16.261 meter.
Rumah Sakit Indonesia juga mulai dijadikan objek destinasi bagi para pengunjung dari luar negeri. “Kalau ada orang luar berkunjung ke Gaza, RSI menjadi salah satu agenda kunjungannya, seperti jika ada orang Palestina yang tinggal di Inggris, ketika mereka mengunjungi Gaza, RSI merupakan destinasi yang mengharukan,” pungkasnya.