REPUBLIKA.CO.ID, DONETSK -- Massa beranggotakan sekira 300 militan pro-Rusia, Kamis, menyerang gedung kejaksaan di kota sebelah timur milik Ukraina, Donetsk, demikian dilaporkan wartawan AFP dari lokasi kejadian.
Massa melemparkan batu-batu serta bom-bom Molotov terhadap sekitar 100 polisi antihuru-hara yang berjaga-jaga di gedung itu.
Pihak polisi bereaksi terhadap serangan dengan melemparkan granat cahaya serta menembakkan gas air mata.
Kerusuhan itu merupakan insiden terbaru yang menerpa wilayah timur Ukraina yang sedang ditempa krisis.
Massa merampas senjata-senjata dan tameng dari beberapa polisi, yang sejumlah di antaranya melarikan diri.
Setidaknya empat petugas kepolisian mengalami luka-luka dalam bentrokan tersebut sementara massa meneriakkan kata-kata "fasis, fasis" ketika melakukan serangan.
Gedung itu sendiri diserang dari berbagai arah, demikian menurut wartawan-wartawan AFP.
Tidak ada tanda-tanda yang terlihat jelas soal penggunaan senjata api dalam insiden tersebut.
Bentrokan terjadi di saat sekira 10.000 pengunjuk rasa pro-Rusia melancarkan demonstrasi di kota itu.
Donetsk, kota pusat industri bagi satu juta orang, merupakan jantung wilayah yang disebut para separatis sebagai "Republik Donetsk".
Sejak April 28, Donetsk telah menjadi ajang bentrokan disertai kekerasan, yakni ketika pria-pria dengan bersenjatakan pisau, tongkat bola kasti serta batang-batang besi melakukan penyerangan terhadap demonstrasi pro-Kiev.
Para pemberontak menduduki gedung administratif daerah pada 6 April dan balai kota pada 16 April.
Pemerintahan Kiev yang didukung Barat telah mengakui bahwa pihaknya kehilangan kendali atas wilayahnya di timur yang diterpa kekacauan yang meningkat.
Presiden sementara Ukraina, Oleksandr Turchynov, mengatakan pihak berwenang tidak punya bantuan untuk menghalau para pemberontak dalam menguasai kota-kota.
Lebih dari selusin kota kecil dan kota-kota di Ukraina selatan saat ini sudah berada di tangan para separatis, yang menyatakan tekad akan menyelenggarakan pemungutan suara pada 11 Mei untuk memerdekakan diri dari Kiev dan menjalin hubungan lebih dekat dengan Rusia.