REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengumumkan bahwa seorang warganya yang kembali dari Timur Tengah telah terinfeksi virus MERS. Laporan ini pun menjadi kasus pertama bagi warga Amerika yang terjangkit virus ini.
"Pasien tersebut saat ini tengah diisolasi di rumah sakit Indiana setelah didiagnosa terjangkit virus MERS. Saat ini pasien tersebut dalam kondisi stabil dan tengah dirawat," kata CDC, seperti dilansir dari Xinhua.
Berdasarkan laporan badan AS, pasien tersebut kembali dari Arab Saudi ke Chicago melalui London menggunakan pesawat terbang. Kemudian ia melakukan perjalanan menggunakan bus ke Indiana pada 24 April.
Namun, pada Minggu kemarin, pasien itu menderita gejala pernapasan termasuk sesak nafas, batuk, dan demam. Ia pun menemui dokter dan dirujuk ke rumah sakit.
Pasien itu akhirnya dikonfirmasi menderita virus MERS pada Jumat siang. "Sangat dimengerti bahwa situasi ini sangat mengkhawatirkan, tapi kasus ini baru terjadi pertama kali di Amerika Serikat dan beresiko sangat rendah untuk masyarakat umum," kata Anne Schuchat, asisten dokter bedah umum dan direktur Pusat Nasional CDC untuk Imunisasi dan Penyakit Pernapasan.
Sementara itu, pejabat kesehatan AS menyatakan mereka tidak mengetahui bagaimana pasien tersebut dapat terinfeksi virus MERS. Pihaknya juga mengaku tidak mengetahui berapa banyak orang yang telah melakukan kontak secara langsung dengan pasien tersebut.
Pihaknya pun hanya menduga bahwa pasien tersebut terkena MERS di Arab Saudi dimana virus MERS ditemukan. Virus MERS merupakan virus baru bagi manusia dan pertama kali ditemukan di Arab Saudi pada 2012.
Sejauh ini, dilaporkan terdapat lebih dari 400 kasus virus MERS di 12 negara dengan korban jiwa lebih dari 100 orang. Semua kasus itu pun berasal dari enam negara di Semenanjung Arab.
Mayoritas para penderita mengalami penyakit pernapasan disertai demam, batuk, dan sesak nafas. Para dokter pun belum mengetahui dari mana virus itu berasal atau bagaimana virus itu menyebar. Hingga saat ini, masih belum ada vaksin atau perawatan khusus untuk merawat para penderitanya.