Sabtu 03 May 2014 12:58 WIB

Kiev Bantah Gunakan Senjata Berat dalam Operasi Militer

Milisi Ukraina pro-Rusia (ilustrasi)
Foto: afp
Milisi Ukraina pro-Rusia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Ukraina Jumat mengatakan bahwa pasukan pemerintah tidak menggunakan senjata berat atau rudal dalam operasi militer mereka, sementara Moskow menyangkal upaya-upaya untuk memberangkat kelompok-kelompok guna menyabotase berbagai keperluan di Ukraina.

"Pasukan-pasukan Ukraina tidak menggunakan senjata berat dan rudal dalam tujuan mereka untuk merebut kembali kontrol di provinsi paling timur itu," kata Kementerian Luar Negeri Ukraina dalam satu pernyataan yang dikutip oleh kantor berita (Itar-Tass) Rusia.

Pernyataan itu juga membantah secara mentah-mentah keterlibatan kelompok-kelompok bersenjata atau "tentara bayaran asing" untuk berjuang bersama pasukan Ukraina.

Di Moskow, pasukan keamanan perbatasan Rusia membantah satu upaya mengirim kelompok sabotase untuk menyabotase berbagai keperluan di Ukraina.

Itar-Tass mengutip sumber-sumber keamanan Rusia yang mengatakan bahwa situasi di daerah perbatasan Rusia-Ukraina tenang dan terkendali.

Sebelumnya, Rusia menyerukan pertemuan penting Dewan Keamanan untuk membahas perkembangan-perkembangan di Ukraina, sementara Asisten Menteri Luar Negeri AS Jeffrey Feltman mengumumkan niatnya untuk berkunjung ke Moskow dan Kiev pekan depan dalam upaya menemukan solusi untuk konflik di sana.

Sementara itu Juru bicara Presiden Vladimir Putin Jumat mengatakan serangan Ukraina terhadap pemberontak pro-Rusia di daerah timur merusak perjanjian perdamaian mengenai krisis itu, dan menambahkan Moskow akan membantu merundingkan pembebasan para pemantau OSCE yang diculik.

"Kendatipun Rusia sedang melakukan usaha-usaha untuk meredakan dan menyelesaikan konflik itu, pemerintah Kiev malah mengerahkan angkatan udara yang menentang penyelesaian damai, memulai satu serangan balasan, yang menghapuskan harapan terakhir bagi terwujudnya perjanjian Jenewa," kata Dmitry Peskov yang dikutip kantor-kantor berita Rusia.

Peskov juga mengatakan presiden Rusia telah mengirim utusan khusus Vladimir Lukin ke Ukraina timur untuk membantu merundingkan pembebasan satu tim pemantau dari Organisasi bagi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE), yang ditahan pemberontak saat berusaha memantau pelaksanaan perjanjian perdamaian Jenewa.

Ia mengatakan Moskow "sangat cemas" bahwa Lukin dan para wartawan dari Rusia dan negara-negara lain yang kini sedang bertugas di zona konflik.

Para pejabat Rusia dan stasiun-stasiun televisi menyebut serangan di daerah timur Ukraina sebagai satu "serangan balas dendam", setelah Putin pertama kali menggunakan istilah itu untuk menyebut operasi militer Kiev terhadap pemberontak itu akhir April.

Istilah "serangan balas dendam" secara luas digunakan dalam buku-buku sejarah Rusia untuk melukiskan operasi-operasi militer oleh pasukan Nazi terhadap para warga sipil dalam Perang Dunia II.

Rusia dalam satu kesempatan lain mendesak OSCE membantu menghentikan serangan militer Ukraina di kota Slavyansk, daerah timur negara itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement