REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kemendagri Hamas mengatakan telah membebaskan enam tahanan rival partainya Fatah, Senin (5/5). Pembebasan tersebut merupakan bagian dari pakta persatuan yang ditandatangani Hamas dengan Fatah dua pekan lalu.
Pembebasan terlaksana setelah Presiden Palestina sekaligus pemimpin Fatah Mahmoud Abbas bertemu dengan pemimpin Hamas Khaled Meshaal yang diasingkan di Qatari, Doha. Pertemuan itu merupakan pembicaraan pertama antara kedua pihak sejak mereka setuju segera membentuk pemerintahan bersama dan mengadakan pemilihan umum.
Sumber di keamanan Hamas mengatakan para tahanan Fatah dipenjara karena melanggar keamanan. Pejabat Fatah mengatakan lebih dari 40 anggota masih berada di penjara Gaza. Sedangkan Hamas menyebut jumlahnya di bawah 20 orang.
Peristiwa penahanan anggota Hamas oleh Fatah dan sebaliknya kerap terjadi sejak Hamas memenangkan pemilihan umum pada 2006. Keduanya juga terlibat perang sipil berdarah hingga Hamas berhasil menguasai Jalur Gaza dan Fatah tetap menguasai Tepi Barat.
Reuters melaporkan, Penasehat Perdana Menteri Hamas Ismail Haniyeh, Issa Nashar meminta Abbas membalas setelah pengumuman dilaksanakan.
"Presiden Abbas dan Otoritas Palestina harus menciptakan atmosfer positif untuk rekonsiliasi dan menghentikan praktik keamanan yang dilakukannya," ujar Nashar dalam pernyataannya, Senin (5/5).
Hamas mengatakan puluhan aktivisnya berada di penjara Tepi Barat. Ketidakpercayaan kedua pihak telah membuat perjanjian yang sebelumnya dibuat tidak dijalankan.
Hamas dan Fatah berusaha melakukan rekonsiliasi antara komitmen Hamas memerangi Israel dan pilihan Abbas bernegosiasi dengan negara Yahudi tersebut.
Akibat pembebasan tahanan tersebut, Israel menunda permbicaraan damai dengan Abbas. Namun, Abbas berharap dia bisa bernegosiasi demi terciptanya negara Palestina di Gaza, Yerusalem Timur dan Tepi Barat.