REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Pasukan Prancis meminta dukungan pesawat untuk menghentikan serangan kelompok bersenjata di Republik Afrika Tengah (CAR), Senin, dalam bentrokan yang menewaskan beberapa pria bersenjata, kata kepala staf militer di Paris.
Sekitar 40 anggota kelompok garis keras bersenjata berat yang menggunakan sepeda-sepeda motor dan truk-truk menyerang pasukan perdamaian Prancis di satu jalan raya menuju desa Boguila di bagian barat-laut negara yang luluh-lantak akibat perang itu, kata seorang juru bicara kepada AFP.
"Menghadapi keganasan musuh ini, pasukan Prancis mengerahkan senjata-senjata berat, mortir-mortir dan rudal-rudal anti-tank," kata Kolonel Gilles Jaron.
"Ada dukungan udara dari jet-jet tempur dari N'Djamena," yang memiliki pangkalan permanen di negara Chad tetangga CAR itu.
Pertempuran itu, yang berlangsung sekitar tiga jam dan berhenti ketika malam tiba, menghancurkan kendaraan-kendaraan konvoi para anggota kelompok garis keras dan menewaskan beberapa penyerang, sementara yang lainnya melarikan diri dalam kegelapan, kata panglima militer itu.
Tidak ada korban yang dilaporkan pada pihak Prancis.
Pada malam hari situasi di distrik itu tenang dan dipatroli oleh pasukan dari "French Operation Sangaris" berkekuatan 2.000 personil yang pertama dikerahkan Desember tahun lalu untuk mendukung pasukan militer MISCA yang dipimpin Uni Afrika.
Tidak ada tentara MISCA di daerah itu, di mana bekas aliansi gerilyawan Seleka merebut kekuasaan selama 10 bulan dalam kudeta Maret 2013 mundur setelah kalah di selatan.
Di seluruh daerah itu, di mana mantan gerilyawan Muslim itu dituduh melakukan penyiksaan terhadap para warga sipil dan personil kemanusiaan. Para anggota bersenjata dari masyarakat lokal Fulani juga dituduh melakukan aksi kekerasan.
Serangan terhadap tentara-tentara Prancis itu diikuti dengan satu serangan kejam Sabtu terhadap saru rumah sakit Boguila yang dikelola kelompok dermawan internasional Dokter Tanpa Perbatasan (MSF), di mana 16 orang dibunuh termasuk tiga pekerja MSF. Enam orang lain tewas dekat lokasi itu.
MSF, Senin, mengatakan pihaknya akan mengurangi kegiatan di CAR selama seminggu, kecuali "pemeliharaan medis darurat", sebagai protes tidak hanya pada pembunuhan-pembunuhan itu, tetapi kegagalan pemerintah peralihan dan juru bicara kelompok-kelompok bersenjata untuk mengutuk tindakan-tindakan itu.
Dalam satu pernyataan, kelompok itu juga mengecam apa yang mereka sebut "satu reaksi berbeda dari masyarakat internasional dan pasukan perdamaian".
Konflik terbaru di CAR yang tidak memiliki pelabuhan laut dan miskin itu dipicu ketika banyak para petempur bekas Seleka melakukan tindakan keras menargetkan para warga sipil dan properti mereka dalam serangan-serangan kejam yang menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi.
Menanggapi tindakan itu, milisi yang dikenal dengan nama "anti-balaka" dibentuk beranggotakan terutama masyarakat Kristen untuk membunuh dan menteror para warga Muslim. Keganasan konflik itu di satu negara di mana dua masyarakat agama sebelumnya hidup damai bersama membuat masyarakat internasional memperingatkan bagi kemungkinan genosida.