REPUBLIKA.CO.ID, Kemunculan kelompok militan Boko Haram telah mengguncang dunia. Boko Haram yang berarti "penolakan atas pendidikan Barat" kerap bertindak keras dan sadis terutama kepada siswa, guru, dan warga sipil.
Terakhir, mereka menculik 276 siswa perempuan dari sebuah sekolah asrama di Nigeria utara dan membunuh sejumlah warga sipil.
Dunia pun mengutuk atas aksi negatif grup ini, termasuk dari pemimpin, tokoh agama, dan akademisi Muslim sendiri. Bahkan, kelompok Alqaeda ikut menyesalkan aksi penculikan Boko Haram.
Namun, bagi Direktur the Royal African Society, Richard Dowden, kelahiran Boko Haram sebetulnya tidak membuat heran. Wilayah kelahiran grup ini, kata dia, yakni di Bornu, Nigeria utara, merupakan daerah paling miskin di dunia.
"Bornu merupakan daerah yang paling diabaikan di planet bumi ini. Semua orang miskin di sini dan tidak ada harapan," kata Dowden seperti dikutip CNN, Jumat (9/5).
Kondisi alam di Bornu sangat kering dan terpencil. Masyarakat secara umum kesulitan mendapatkan air bersih dan makanan bergizi. Pendidikan diabaikan dan kesehatan tidak pernah menjadi perhatian pemerintah di Abuja, Ibu kota Nigeria.
Mayoritas Muslim di sini, kata Dowden, tidak memiliki nilai lebih atas kondisi dan situasi yang ada. Kecuali, jelas dia, sikap pasarah bertahun-tahun yang masih mereka pegang. Pemerintah Nigeria sama sekali tidak pernah mendengar suara Muslim Bornu.
Suara Bornu baru terdengar ketika Boko Haram terbentuk dan beraksi. "Mereka menyerang Abuja dan mendapat perhatian serius pemerintah," kata Dowden yang juga penulis buku laris "Africa: Altered State, Ordinary Miracles" itu.
Kini militer Nigeria berjaga-jaga di sekitar Maidugri, Ibu Kota Bornu, untuk menghalau setiap serangan Boko Haram. Militer juga mencoba menahan laju grup ini untuk tidak mendekati Lagos, kota bisnis di Afrika Barat.