Sabtu 10 May 2014 21:03 WIB

Sekolah-Sekolah di Afrika Tengah 'Berlutut'

Pasukan internasional asal Kongo sedang berjaga-jaga di jalanan Bangui, Republika Afrika Tengah, yang sedang berkecamuk.
Foto: EPA/Legnan Koula
Pasukan internasional asal Kongo sedang berjaga-jaga di jalanan Bangui, Republika Afrika Tengah, yang sedang berkecamuk.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Hampir dua-pertiga sekolah di Republik Afrika Tengah (CAR), yang dilanda konflik, ditutup selama enam bulan belakangan ini. Demikian hasil satu survei yang disiarkan oleh Dana Anak PBB (UNICEF) dan mitranya pada Jumat (9/5).

"Sistem pendidikan secara harfiah berlutut," kata Souleymane Diabate, wakil UNICEF di CAR. "Banyak guru belum menerima gaji selama berbulan-bulan. Tak ada buku pelajaran. Sedikit prasarana yang ada sebelum krisis berkecamuk telah rusak."

Pertempuran di CAR telah berubah jadi bersifat sektarian setelah upaya kudeta 2012 dan sejak itu telah menjadi makin brutal.

Sementara, laporan beredar mengenai pelanggaran hak asasi manusia dan aksi pembalasan antara milisi anti-Balaka (anti-Parang) dan anggota Seleka.

Peristiwa tersebut telah membuat ratusan ribu orang menjadi pengungsi baik di dalam maupun luar negeri. Kekerasan membuat 2,2 juta orang lagi memerlukan bantuan kemanusiaan.

Krisis itu juga telah menggangu dua tahun ajaran sejak akhir 2012. ''Banyak keluarga masih terlalu takut untuk mengirim anak mereka kembali ke sekolah,'' kata UNICEF di dalam satu siaran pers.

''Survei tersebut, yang dilancarkan pada Februari, telah memberi gambaran suram mengenai kondisi pendidikan di CAR,'' demikian laporan Xinhua yang dipantau Antara di Jakarta pada Sabtu.

Rata-rata sekolah hanya dibuka selama empat pekan sejak Oktober 2013 karena ruang kelas rusak, lambannya guru kembali ke posisi mereka dan tertundanya pembayaran gaji guru.

Sepertiga dari 355 sekolah yang disurvei telah diserang dalam beberapa bulan belakangan --diterjang peluru, dibakar, dijarah atau diduduki oleh kelompok bersenjata.

Sementara itu, jumlah pendaftaran siswa baru telah anjlok secara drastis. Satu dari tiga anak yang terdaftar pada tahun ajaran lalu tidak kembali ke sekolah pada tahun ini.

"Keluarga, rumah, kestabilan sangat banyak yang telah direnggut dari anak-anak selama krisis ini," kata Diabate. "Pendidikan tak boleh direnggut dari mereka. Harapan terbaik bagi masa depan yang lebih baik dan lebih damai."

sumber : Antara/Xinhua-OANA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement