REPUBLIKA.CO.ID, NAY PYI TAW -- Presiden Myanmar Thein Sein, Ahad (11/5), menyampaikan keperluan mendesak untuk membahas isu perubahan iklim melalui tiga usulannya bagi negara-negara Asia Tenggara.
Dalam sambutan pembukaan Pertemuan Puncak ke-24 ASEAN di Nya Pyi Taw, Thein Sein menyebut perubahan iklim sebagai sesuatu yang kompleks dan terjadi jauh lebih cepat dari yang diperkirakan.
"Pola cuaca yang ektrim akibat perubahan iklim telah mempengaruhi negara-negara ASEAN dalam frekuensi yang meningkat setiap tahunnya. Dan Pusat Bantuan Kemanusian ASEAN (AHA) belum mampu mengatasi bencana alam dengan layak," katanya.
Dihadapan para timpalannya di Asia Tenggara, Thein Sein mendorong keperluan untuk mewujudkan reaksi cepat yang lebih efektif dan efisien dalam mengatasi bencana alam.
"Saya mengusulkan untuk pembentukan (tim) Reaksi Cepat ASEAN...serta dana darurat untuk mewujudkan kapasitas itu," katanya.
ASEAN, kata dia, harus membangun sistem peringatan dini yang lebih moderen yang terdiri dari para pakar dan peralatan di setiap negara yang dapat digerakkan secara cepat ke kawasan bencana.
Proposal kedua Myanmar adalah menciptakan jaringan pusat-pusat penelitian di negara-negara ASEAN untuk berbagi pengetahuan tentang produk-produk pertanian yang dapat beradaptasi dengan perubahan iklim.
Inisiatif tersebut, menurut Thein Sein, akan memberi peluang bagi rakyat ASEAN untuk menyesuaikan jenis pertanian dengan perubahan iklim dan juga mempromosikan ketahanan pangan.
"Di saat kita menghadapi fenomena perubahan iklim, tergantung pada kita untuk melakukan penelitian yang dapat merevolusi industri pertanian demi keberlangsungan umat manusia," katanya.
Usulan ketiga yang disampaikan oleh Presiden Myanmar adalah keperluan untuk melakukan proses mitigasi dampak perubahan iklim mengingat perubahan iklim adalah masalah dunia dan juga ASEAN.
"Oleh karena itu kita harus bersama-sama mengatasi masalah ini," ujarnya.
Terkait dengan cara mengatasi hal itu, ia mengusulkan dilakukannya rehabilitasi sistematis hutan mangrove ASEAN karena hutan mangrove tidak hanya mengurangi gas rumah kaca namun juga mengurangi dampak badai dan banjir di dataran rendah.