Ahad 11 May 2014 18:07 WIB

Obat Pencegahan Terbukti Selamatkan Penderita Asma

Claire, salah seorang penderita asma
Foto: Abc News
Claire, salah seorang penderita asma

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Dokter pernapasan dari Institut Woolcock, Professor Marks mengatakan obat pencegah terbukti bisa menyelamatkan penderita asma. Hanya saja obat itu harus digunakan secara teratur.

Lembaga Asma Australia menerima anggaran sebesar $135 ribudari anggaran kesehatan nasional. Termasuk juga dari anggaran Dewan Riset Media untuk mempelajari masalah ini.

Menurut Profesor Marks, anggaran negara bisa lebih dihemat melalui mekanisme perubahan praktik resep dokter untuk obat-obatan pencegah penyakit. Riset mengungkapkan, lebih dari 90% pasien asma diresepkan obat kombinasi pencegah asma yang terdiri dari dua obat. Padahal,  dari hasil riset ini diketahui pada banyak kasus, penggunaan kortikosteroid sendiri saja sudah cukup memadai.

Asma Australia memperkirakan hampir dua pertiga pasien asma diresepkan obat yang kandungan obatnya lebih tinggi dari yang  sesungguhnya mereka butuhkan lebih karena kebiasaan saja.

Peneliti utama dari Universitas New South Wales, profesor Dr Nicholas Zwar mengatakan perubahan dalam praktik pemberian resep akan memberi perubahan besar.

"Mungkin dari segi biaya yang ditanggung pasien tidak terlalu banyak perbedaan, mungkin hanya berubah satu atau dua dolar saja, tapi dari sisi kebijakan PBS itu akan sangat banyak dampak perubahannya,” katanya, baru-baru ini.

Kajian gabungan ini akan mempelajari bagaimana upaya penghematan dapat dilakukan melalui perubahan praktik pemberian resep oleh dokter ke dalam sistem. Sehingga dapat menekan biaya obat pencegah asma secara keseluruhan. Penggunaan obat pencegahan yang lebih tinggi otomatis akan menekan jumlah pasien asma yang dilarikan ke rumah sakit.

Ibu dari tiga anak di Sydney, Dawn Ward sangat memahami bagaimana pentingnya obat pencegah asma. Puterinya Claire terpaksa dirawat di rumah sakit karena serangan asma. Gadis berusia 3 tahun itu perlu mengkonsumsi dua pil pencegah asma setiap pagi dan malam. Jadi dia harus dua kali menebus obat pencegah asma itu setiap bulan.

"Ketika dia benar-benar harus berjuang menghadapi asmanya upaya terakhir yang kita lakukan adalah dengan menggunakan nebuliser dan semua obat lain yang harus digunakan bersamaan," katanya.

"Pada bulan-bulan dimana dia mendapatkan serangan asma terburuk kami harus membayar lebih dari AUD$200 hanya untuk nebulizer dan obat pencegah, ventolin dan semua biaya lainnya,”

Ward mengaku dirinya selalu menebus obat pencegah asma yang diresepkan untuk anaknya, namun diakuinya hal itu sangat membebani keuangan keluarganya yang hanya memiliki pendapatan tunggal.

Dawn mengaku selalu mengutamakan pengobatan anaknya, karena itu dia terpaksa mengorbankan kebutuhan lainnya seperti pakaian dan membeli makanan yang lebih murah sampai jarang pergi liburan.

"Intinya jika dia tidak punya obat itu dan mendapat serangan asma, puteri saya bisa meninggal.”

sumber : abc, radio australia
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement