Senin 12 May 2014 17:38 WIB

Wanita Imigran di Sydney Banyak Alami KDRT

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Psikolog Eman Sharobeem mengungkapkan,  kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) banyak dialami wanita imigran di Fairfield di luar Kota Sydney, Australia. Contoh KDRT dimaksud semisal, seorang suami marah begitu mengetahui istrinya berusaha untuk ikut kursus bahasa Inggris.

Menurut Dr Sharobeem yang juga direktur Pusat Kesehatan Wanita Imigran di Fairfield, para wanita yang datang banyak mengeluhkan aksi KDRT yang mereka alami. "Kalau dulunya paling ada satu kasus dalam beberapa hari, sekarang hampir tiap hari kami mendengar laporan KDRT," katanya, baru-baru ini.

Pusat kesehatan tersebut selain untuk mengecek kesehatan sekaligus menjadi tempat bersosialisasi dan belajar bahasa Inggris bagi kaum wanita berlatar belakang imigran.

Dijelaskan, ada anak gadis yang dipaksa berhenti sekolah untuk dikawinkan oleh keluarganya.

"Kami menerima paling tidak sudah 60 laporan. kami sangat kewalahan," kata Dr Sharobeem.

Salah satu kasus melibatkan seorang remaja usia 11 tahun yang telah melahirkan akibat kawin paksa. Kasusnya baru diketahui setelah ia ikut kursus bahasa Inggris di tempat itu.

"Saat gadis ini mulai menstruasi, pihak keluarganya menganggap bahwa ia sudah siap untuk melahirkan, menjadi ibu, menjadi seorang istri. Lebih baik dikawinkan saja," kata Dr Sharobeem.

Menurut dia, meskipun pernikahan di bawah umur seperti itu melanggar hukum di Australia, pihak keluarga rupanya tidak perduli.

"Jika pernikahannya tidak bisa dilaksanakan di sini, mereka akan dibawa ke luar negeri untuk dinikahkan di sana dan kembali dalam keadaan hamil," katanya.

Menurut Dr Sharobeem, sejumlah pria imigran merasa terancam dengan hukum di Australia yang melindungi hak-hak perempuan.

Ia menceritakan kasus seorang pria pencari suaka yang berteriak-teriak marah dan mengancam istrinya yang berusaha untuk belajar bahasa Inggris.

Pria lainnya dilaporkan membuang istrinya yang sedang hamil ke pusat kesehatan tersebut, karena wanita tersebut melaporkan aksi kekerasan suaminya ke polisi."Ia mendorong istrinya dan mengatakan, ambil saja, saya sudah tidak menginginkan dia. Si istri ini tidak punya siapa-siapa di sini, tidak ada visa, tidak mengerti bahasa Inggris, tidak ada pendapatan," tutur Dr Sharobeem.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement