REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Harga listrik di Australia dalam beberapa tahun terakhir meningkat dua kali lipat. Hal ini umumnya disebabkan karena konsumen harus membayar biaya investasi infrastruktur perusahaan, meskipun sudah terjadi penurunan permintaan listrik sejak 2009.
Dibandingkan dengan penduduk negara maju lainnya, warga Australia membayar biaya listrik yang amat tinggi. Menurut Perdana Menteri Tony Abbott, peningkatan harga ini karena diberlakukannya pajak karbon dan target pencapaian energi terbarukan.
Apa sebenarnya yang ada dalam kenaikan 100 persen itu? 20 persen adalah untuk perusahaan ritel listrik, untuk membayar hal-hal seperti customer service dan pemasaran. Lalu, 20 persen lainnya untuk membayar listrik. Sebesar 50 persen dibayarkan ke perusahaan jaringan, yakni perusahaan yang memiliki dan menangani tiang dan kabel listrik.
Bagian 50 persen dari pembayaran yang diberikan ke perusahaan jaringan adalah untuk melunasi investasi tiang dan kabel sebesar 45 miliar dollar (Rp 485 triliun). Janga waktu investasi ini ditentukan selama lima tahun terakhir. Investasi tersebut dijalani karena, menurut data perusahaan jaringan, ada peningkatan pesat dalam permintaan energi listrik di Australia, hingga kabel dan tiang tak sanggup menangani permintaan tersebut.
Maka, tahun 2009 lalu, badan Federal Energy Regulator menyetujui investasi bermiliar-miliar dollar. Namun, tahun itu pula, untuk pertama kalinya dalam sejarah Australia, permintaan turun, dan, sejak itu, terus turun.
Tetapi, perusahaan-perusahaan jaringan bersikeras bahwa permintaan itu meningkat. Miliaran dollar pun tetap dihabiskan untuk tiang dan kabel.
Permintaan energi listrik nasional di Australia lebih rendah sebagian karena menurunnya sektor manufaktur dan banyaknya peralatan hemat listrik yang tersedia.
Namun, itu juga karena selama enam tahun terakhir sebanyak 1,3 juta rumah tangga memasang panel tenaga surya di atap rumah mereka.
Panel tenaga surya pun kini dipilih bukan hanya karena ramah lingkungan, melainkan juga karena menghemat. Bahkan, uang yang digunakan untuk membayar listrik bisa dihemat hingga 60 persen. Mungkin, ini baik bagi konsumen. Tetapi juga malapetaka bagi industri listrik tradisional.
Pembangkit listrik batubara memperoleh keuntungan paling besar saat periode puncak penggunaan energi. Tiap harinya, ada dua periode puncak permintaan, yaitu di sore hari, saat anak-anak pulang sekolah, dan di malam hari. Kini, banyak rumah yang mendapat tenaga listrik di periode puncak sore hari itu dari tenaga sinar matahari.
Saat ini, panel tenaga surya belum bisa menghasilkan energi di malam hari. Hingga, masih banyak yang tetap harus bergantung pada aliran listrik tradisional. Namun, ada ahli-ahli tenaga surya yang percaya bahwa dalam waktu satu-dua tahun mendatang, sistem penyimpanan tenaga dengan baterai akan tersedia di pasaran.
Industri listrik pun mengalami penurunan terus menerus, semacam lingkaran setan. Seiring naiknya harga listrik, makin banyak yang memasang sistem tenaga surya.
Maka, jumlah yang bisa menjadi tempat bergantung perusahaan untuk membayar kembali biaya produksi listrik pun makin sedikit. Akhirnya, harga terpaksa dinaikkan lagi, dan seterusnya.