REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Satu orang tewas dalam bentrokan tengah malam di Kairo antara pendukung dan penentang Presiden terguling Muhammad Mursi, kata beberapa pejabat keamanan Mesir, Kamis.
Empat orang juga cedera dalam bentrokan tersebut, yang meletus di sela-sela pertemuan pro-Mursi, kata pejabat-pejabat itu.
Para pendukung Mursi terus melakukan protes sejak penggulingannya Juli lalu, meski aparat keamanan melancarkan operasi penumpasan yang menewaskan lebih dari 1.400 orang dan memenjarakan ribuan orang.
Hampir 500 aparat keamanan juga tewas dalam gelombang serangan militan yang dilakukan sebagai pembalasan.
Kelompok garis keras diperkirakan meningkatkan protes mereka menjelang pemilihan presiden pada 26-27 Mei.
Abdel Fattah al-Sisi, mantan pemimpin militer yang menggulingkan Mursi, diperkirakan menang dalam pemilihan umum itu dengan mengalahkan satu-satunya saingannya, Hamdeen Sabbahi, seorang politikus berhaluan kiri.
Sisi didukung kalangan luas Mesir yang menginginkan pemulihan stabilitas, namun banyak pendukung Mursi menganggapnya sebagai dalang kudeta terhadap prsiden pertama Mesir yang terpilih secara demokratis.
Sisi menggulingkan Mursi pada Juli lalu setelah protes besar di jalan yang menuntut pengunduran diri presiden Islamis tersebut.
Pada Desember, pemerintah Mesir mengumumkan Ikhwanul Muslimin kubu Mursi sebagai organisasi teroris dan melarang keanggotaan dan dukungan bagi gerakan tersebut.
Pengumuman Ikhwanul Muslimin sebagai kelompok teroris pada 25 Desember disampaikan sehari setelah serangan bom mobil bunuh diri terhadap kantor polisi menewaskan 16 orang, yang diklaim oleh sebuah kelompok Sinai dan dikecam oleh Ikhwanul Muslimin.
Mursi digulingkan oleh militer pada Juli tahun lalu, dan para pendukungnya melakukan protes hampir setiap hari sejak itu.
Militan meningkatkan serangan terhadap pasukan keamanan setelah militer menggulingkan Presiden Mesir Muhammad Mursi pada 3 Juli.
Penumpasan militan yang dilakukan kemudian di Mesir menewaskan ratusan orang dan lebih dari 2.000 orang ditangkap di berbagai penjuru negara itu.
Kekacauan meluas sejak penggulingan Presiden Husni Mubarak dalam pemberontakan rakyat 2011 dan militan meningkatkan serangan-serangan terhadap pasukan keamanan, terutama di Sinai di perbatasan dengan Israel.
Militan-militan garis keras yang diyakini terkait dengan Al Qaida memiliki pangkalan di kawasan gurun Sinai yang berpenduduk jarang, kadang bekerja sama dengan penyelundup lokal Badui dan pejuang Palestina dari Gaza.
Militan di Sinai, sebuah daerah gurun di dekat perbatasan Mesir dengan Israel dan Jalur Gaza, menyerang pos-pos pemeriksaan keamanan dan sasaran lain hampir setiap hari sejak militer menggulingkan Presiden Muhammad Mursi pada 3 Juli.
Sumber-sumber militer memperkirakan, terdapat sekitar 1.000 militan bersenjata di Sinai, banyak dari mereka orang suku Badui, yang terpecah ke dalam sejumlah kelompok dengan ideologi berbeda atau loyalitas suku, dan sulit untuk melacak mereka di daerah gurun itu.