REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Amerika Serikat dan Uni Eropa siap memberlakukan serangkaian sanksi yang lebih berat kepada Rusia jika negara tersebut berniat mengganggu pemilu presiden di Ukraina yang akan segera diselenggarakan, kata sejumlah menteri luar negeri, Kamis.
Ukraina akan menyelenggarakan pemilu presiden pada 25 Mei mendatang untuk menggantikan pemerintahan Presiden Vikto Yanukovich yang digulingkan pada Februari lalu.
Dalam pertemuan dengan Prancis, Jerman, Inggris, dan Italia di London, "seluruh negara sepakat... bahwa jika Rusia atau kelompok yang berhubungan dengannya mengganggu pemilu, maka Amerika Serikat beserta Uni Eropa akan memberlakukan sanksi-sanksi ekonomi di sektor tertentu," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Inggris Willliam Hague mengatakan, "semua negara menyepakati bahwa tindakan Rusia dalam hubungannya dengan pemilu akan menentukan apakah sanksi ekonomi dan perdagangan akan diberlakukan atau tidak oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa."
Mereka sepakat untuk meneruskan "persiapan pemberlakuan sanksi tersebut dan di saat bersamaan mendesak Rusia untuk menghentikan setiap tindakan yang dapat mengganggu penyelenggaraan pemilu secara damai," kata Hague.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah menyiapkan surat perintah eksekutif untuk memberlakukan sanksi kepada sejumlah sektor penting ekonomi Rusia seperti perbankan, energi, pertahanan, dan pertambangan.
Kerry sendiri menekankan bahwa Amerika Serikat "telah menyelesaikan persiapan tersebut."
Kerry menambahkan sanksi tersebut didesain untuk menimbulkan dampak yang kuat terhadap pertumbuhan ekonomi Rusia namun di saat bersamaan tidak mengganggu perekonomian Amerika Serikat.
Di sisi lain, seorang pejabat Amerika Serikat yang tidak disebutkan identitasnya oleh AFP mengatakan bahwa negara-negara Eropa, yang mempunyai ketergantungan tinggi terhadap pasokan energi dari Rusia, saat ini semakin siap sanksi terhadap Moskow bisa diberlakukan.
Selain hendak mengadakan pemilu, Ukraina saat ini juga merencanakan perundingan damai di bagian timur negara tersebut pada Senin depan.
Namun perundingan damai tersebut justru tidak dihadiri oleh kelompok separatis pro Rusia yang menentang pemerintahan sementara Ukraina. Sejumlah negara Barat mendesak agar negosiasi tersebut dijalankan dengan inklusif.
Amerika Serikat pada Senin mengatakan bahwa "setiap tokoh politik dan tokoh masyarakat sipil dapat berpartisipasi dalam perundingan damai" karena "satu-satunya syarat untuk mengikutinya adalah mereka harus menolak kekerasan."