REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA– Pemilih di Swiss menolak referendum upah minimum yang digelar Ahad (18/5). Referendum ini mengatur kebijakan upah minimum pekerja di Swiss. Di dalamnya, upah minimum Swiss adalah yang tertinggi di dunia. Karyawan dibayar sekitar 18 euro atau 25 dolar AS (sekitar 260 ribu rupiah) per jamnya.
Penetapan upah minimum tersebut dianggap perlu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, kritik mulai mencuat karena biaya produksi dan resiko pengangguran juga akan meningkat. Federasi Bisnis Swiss mengatakan kebijakan ini akan mematikan usaha kecil dan pekerja yang dibayar rendah.
Hal ini dikhawatirkan menaikan harga produk di pasaran jika usaha kecil harus membayar staf mereka dengan harga tinggi. Sebagian besar pekerja di bidang jasa memang dibayar rendah. Pada umumnya mereka adalah wanita dengan pekerjaan di industri jasa, hotel dan restoran.
Menteri Ekonomi Johann Schneider Ammann mengatakan penetapan gaji bukan cara yang baik untuk mengatasi masalah. ‘’Ini bisa menyebabkan kerugian, terutama di pedesaan. Bagaimana pun obat terbaik melawan kemiskinan adalah memiliki pekerjaan,’’ kata dia dikutip New York Times.
Referendum diusulkan oleh Federasi Serikat Pekerja yang didukung oleh partai-partai sosialis dan partai hijau. Dikutip the Guardian, Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menyatakan proposal usulan menuntut upah setara 8,33 euro per jam untuk 42 jam kerja dalam seminggu.
Presiden sebuah serikat pekerja dalam bidang transportasi SEV, Giorgio Tuti menyatakan rentang upah pekerja di masa depan akan menjadi masalah. Beberapa perusahaan telah menaikan gaji pokok pekerja mereka sedangkan lainnya tidak. ‘’Isu ini akan menjadi masalah penting,’’ kata dia.
Kebijakan ini akhirnya ditolak oleh 76 persen pemilih. Pada umumnya, pemilih lebih setuju dengan argumen pemerintah dan pebisnis. Namun, perdebatan terus berlanjut untuk memastikan upah tahunan pekerja tidak kurang dari 32 ribu euro atau sekitar 53.600 dolar AS.
Referendum upah kerja ini bukan yang pertama kali dilakukan di Swiss. Dalam 18 bulan terakhir, tiga referendum serupa telah dilaksanakan. Pengamat BBC di Geneva, Imogen Foulkes mengatakan hal ini menunjukan kepedulian terhadap kesenjangan sosial antara miskin dan kaya.
Serikat pekerja menilai kenaikan upah diperlukan karena biaya hidup di kota besar Swiss, Jenewa dan Zurich sangat tinggi. Seperti untuk keperluan sewa, asuransi kesehatan dan makanan yang sangat mahal. Pekerja geram karena negara yang menyandang status sebagai salah satu negara terkaya ini tidak menetapkan upah minimum yang tinggi seperti Prancis dan Jerman. Upah minimum pekerja di Jerman akan mencapai 8,5 euro per jam pada 2015 setelah disetujui kanselir Angela Merkel.