REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Perdana menteri terguling Thailand Thaksin Shinawatra, figur kontroversial di tengah-tengah kemelut politik negara itu mengatakan Selasa, pemberlakuan darurat militer tidak boleh merusak demokrasi.
"Pemberlakuan darurat militer sudah diperkirakan... namun saya harap tidak ada pihak yang melanggar hak asasi manusia dan merusak demokrasi," kata pengusaha miliarder yang berbelok menjadi politisi dan digulingkan dalam kudeta pada 2006 itu dalam akun Twitternya.
Thaksin tinggal dalam pengasingan sejak 2008 untuk menghindari hukuman penjara atas dakwaan korupsi, sebuah keputusan pengadilan yang menurutnya bermotif politik.
Thaksin berada di pusat krisis politik Thailand saat ini, yang secara umum menghadapkan pendukung Thaksin dari kalangan pekerja dan penduduk pedesaan di utara dan timurlaut, dengan kelompok di Bangkok dan pendukung kerajaan di selatan.
Saudara perempuan Thaksin, Yingluck disingkirkan dari kursi perdana menteri oleh keputusan pengadilan yang kontroversial pada 7 Mei.
Partai yang dipimpin Thaksin serta sekutu-sekutunya sejak 2001 selalu memenangi pemilu.
Pemilu yang digelar Yingluck pada Februari dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi Thailand setelah pengunjuk rasa mengganggu jalannya pemungutan suara.
Pengunjuk rasa menginginkan agar pemerintahan sementara disingkirkan dari kekuasaan dan ditunjuk seorang perdana menteri baru untuk memantau reformasi yang bertujuan mengurangi pengaruh Thaksin.
Mereka menilai mantan pengusaha telekomunikasi itu sebagai tokoh korup dan ancaman bagi raja.