REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Penjabat Perdana Menteri Thailand Niwatthamrong Boonsongphaisan mengatakan telah meminta komisi pemilihan menyelenggarakan pemilihan umum pada 3 Agustus.
Niwatthamrong juga mengatakan akan berbicara dengan panglima tentara "sesegera mungkin" untuk mengakhiri kemelut politik di negara itu, beberapa jam setelah tentara memberlakukan undang-undang darurat.
"Pemerintah telah mengirim sepucuk surat kepada Komisi Pemilihan yang menyarankan agar menyelenggarakan pemilihan pada 3 Agustus yang kami fikir cocok waktunya," kata dia, Selasa (20/5) waktu setempat.
Jika komisi itu setuju, kata Niwatthamrong, lalu pemerintah bisa mengeluarkan dekrit pekan depan.
Pernyataan tentara Thailand tentang undang-undang darurat Selasa tidak berdampak pada pemerintah sementara, yang masih bertugas, kata juru bicara tentara.
"Undang-undang darurat ini hanya untuk memulihkan kedamaian dan ketenangan, tidak berurusan dengan pemerintah, yang masih bekerja seperti biasa," kata wakil juru bicara tentara, Kolonel Winthai Suvari, kepada Reuters.
PM Niwattumrong pada Selasa mendesak tentara bertindak sesuai dengan undang-undang dasar. Desakan tersebut merupakan pernyataan resmi pertamanya sejak tentara memberlakukan keadaan darurat.
"Setiap tindakan harus mengikuti jalur damai, tanpa kekerasan dan pembedaan serta atas dasar kesetaraan berdasarkan atas aturan hukum," kata pernyataan tersebut.
Tentara tidak berembuk dengan pemerintah sebelum memberlakukan keadaan darurat pada Selasa pagi, yang disebutnya "bukan kudeta" namun bertujuan memulihkan ketertiban di tengah kekhawatiran akan perluasan kekerasan politik.
Niwattumrong menggantikan perdana menteri Yingluck Shinawatra, yang disingkirkan melalui putusan pengadilan bermasalah pada 7 Mei. Pemerintahan sementara itu juga goyah karena pengunjuk rasa menentang pemerintah mencari dukungan dari senat Thailand untuk menggesernya dan menunjuk perdana menteri baru.