Rabu 21 May 2014 16:06 WIB

Ini Jenis Narkotika yang Paling 'Laris' di Asia

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Bilal Ramadhan
Narkotika jenis shabu-shabu.
Foto: rilisindonesia.com
Narkotika jenis shabu-shabu.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO-- Asia menempati posisi pertama dalam perdagangan obat stimulan methamphetamine dan kristal meth berdasarkan laporan PBB bidang Narkoba dan Kejahatan, Selasa (20/5). Laporan yang dirilis di Tokyo itu menyebutkan peredarannya mencapai tiga kali lipat dalam lima tahun terakhir dengan angka 36 ton.

Perekonomian dan permintaan di Asia untuk obat ini meningkatkan laju produksinya hingga mencapai rekor baru tahun lalu. Jepang adalah salah satu negara produksi yang diuntungkan. Permintaan terhadap obat sintetik dilaporkan terus meningkat.

Cina dan India yang memiliki industri kimia besar juga menjadi negara produksi utama methamphetamine. Peredaran obat stimulan adiktif yang disalahgunakan menjadi obat terlarang ini terus meluas antar benua. Laporan menyebutkan, organisasi kriminal terorganisir termasuk yang berada di Jepang, membantu peredaran meth dari Meksiko, timur tengah dan wilayah Asia lain.

Perwakilan wilayah Asia tenggara dan pasifik U.N. Office on Drugs and Crime Jeremy Douglas mengatakan integrasi ekonomi, perdagangan dan transportasi wilayah membantu penyebaran obat tersebut. Methamphetamine sebenarnya adalah obat yang dikonsumsi oleh orang miskin dan pekerja.

Namun seiring berkembang jaman, penyebarannya dikenalkan pada generasi muda sekitar satu dekade lalu. Saat ini, benda ini berkembang menjadi benda berharga di masyarakat. ''Hal ini karena perkembangan pasar,'' kata Douglas dalam konferensi pers dikutip dari AP.

Di Jepang, jumlah jenis narkotika ini yang disita pada tahun lalu mencapai tiga kali lipat dari jumlah di tahun sebelumnya. Jumlah tersebut termasuk hasil penyelundupan dari luar negeri. Menurut data statistik polisi Jepang, dari sekitar 12 ribu penangkapan terkait narkoba tahun 2013, sekitar setengahnya melibatkan kelompok Yakuza.

Direktur Badan Kepolisian Nasional untuk investigasi obat-obatan dan senjata api internasional, Yoshiya Takesako mengatakan masalah amfetamin di Jepang terjadi karena tingginya harga obat tersebut di pasaran. ''Hal ini memotivasi organisasi kriminal untuk menyelundupkan lebih banyak ke Jepang,'' kata dia.

Harga rata-rata amfetamin di pasaran Jepang mencapai 700 dolar AS per gramnya. Harga tersebut dua kali lebih tinggi dari harga di AS. Para pengedar mengendus pendapatan akan meningkat. Metodenya adalah pengedar akan menawarkan harga murah untuk menjaring pasar, setelah itu harga pun dinaikan.

''Perekonomian Asia yang meningkat membuat pendapatan masyarakatnya juga naik. Ini sudah ditargetkan oleh pengedar di wilayah lain. Karena meth lebih mahal di sini daripada di AS, jadi pengedar lebih memilih 'berdagang' di Asia,'' kata Douglas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement