REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL-- Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, Kamis menunjuk seorang mantan hakim Mahkamah Agung sebagai perdana menteri untuk menggantikan petahana yang mengundurkan diri atas respon yang tidak memadai pemerintah terhadap bencana feri 16 April, yang menewaskan lebih dari 300 penumpang.
Ahn Dai-hee akan diserahi mandat untuk mengawasi reformasi birokrasi pemerintah, kata Juru Bicara Park Min Kyung-wook. Park juga menerima pengunduran diri direktur Badan Intelijen Nasional dan kepala sekretaris untuk keamanan nasional Gedung Biru Kepresidenan, kata Min.
Presiden Park Senin lalu secara resmi meminta maaf atas tragedi tenggelamnya kapal feri pada April yang menewaskan sekitar 300 penumpang, sebagian besar anak sekolah, dan mengatakan ia akan membubarkan pasukan penjaga pantai karena dinilai gagal menjalankan misi penyelamatan.
Park mendapat kritikan keras dari rakyatnya terkait respon pemerintah dalam bencana maritim terburuk di Korsel dalam 20 tahun terakhir itu, serta lamban dan tidak efektifnya operasi penyelamatan. Hasil jajak pendapat menunjukkan dukungan bagi Park turun lebih dari 20 poin sejak terjadinya kecelakaan itu pada 16 April.
"Saya meminta maaf kepada bangsa ini atas penderitaan yang dirasakan semua orang, sebagai presiden yang selayaknya bertanggung jawab atas keselamatan dan nyawa rakyat," kata Park dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi.
Pidatonya tersebut merupakan yang pertama dibuat sejak kapal feri Sewol terbalik dan tenggelam bersama dengan 476 penumpang serta kru. Setidaknya 286 orang tewas dan 18 lainnya masih hilang. Hanya 172 orang yang berhasil diselamatkan, sementara selebihnya diduga telah tenggelam.
Dari seluruh jumlah penumpang, 339 diantaranya adalah siswa-siswi sebuah sekolah menengah di pinggiran kota Seoul dan guru-guru mereka yang tengah berdarmawisata. Park berupaya menahan airmatanya saat mengenang para siswa yang tewas saat mereka berusaha saling membantu.
Ia berjanji melakukan perubahan untuk meningkatkan pengawasan, serta menjatuhkan hukuman berat bagi para birokrat dan pengusaha yang karena kelalaiannya telah membahayakan keselamatan publik.