REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti kelas dunia, pendidik, dan inovator dari berbagai universitas ternama di Indonesia dan Australia duduk bersama dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Riset digelar di Jakarta, Rabu (22/5). Kegiatan ini menyambut baik pembentukan pusat kerja sama riset dan teknologi di kedua negara di bawah payung organisasi Australia Indonesia Center (AIC).
Para peserta berharap dengan wadah kerjasama yang baru ini kolaborasi riset ilmiah diantara kedua negara akan lebih terintegrasi dan lebih bersinergi. Seperti diketahui selama ini sebenarnya sudah banyak pertalian kerjasama antar universitas di Australia dan Indonesia, namun sifatnya bilateral saja yakni hanya antara universitas yang terlibat saja.
Dr Richard Price, Deputi Direktur Riset dari Australia Indonesia Center (AIC) mengatakan lembaganya akan mewadahi riset yang bersifat lintas institusi, lintas disiplin ilmu, lintas pengetahuan dan lintas kepentingan stake holder. “Misalnya jika kita berinvestasi hanya di sektor riset pertanian, maka kita bisa dengan mudah melakukan riset mengenai bagaimana cara meningkatkan produktifitas dan efisiensi produk pertanian. Itu hal yang mudah. Tapi Pusat Riset AIC hendak melakukan yang lebih dari itu, selain meneliti soal produktifitas pertanian, tapi kita juga perlu meneliti bagaimana kebutuhan energi di sektor pertanian, atau keterkaitan pangan dengan kesehatan seperti isu kandungan gizi produk pangan dan sebagainya. Jadi pendekatan yang akan kita lakukan tidak akan seperti di masa lalu, tapi dengan format riset yang lebih terintegrasi dan lebih menarik,” kata Richard Price.
AIC akan mewadahi riset bersama ini melalui mekanisme pendanaan riset, beasiswa, fellowship, maupun magang di industri atau lembaga riset terkait.
Dari pihak Indonesia, Penasehat Senior dari Kementerian Riset dan Teknologi, Profesor Benyamin Lakitan mengatakan salah satu tantangan utama sektor riset dan teknologi di Indonesia saat ini adalah minimnya tingkat adopsi hasil riset oleh berbagai stakeholder di Indonesia. Sehingga kontribusi sektor riset dan teknologi terhadap perekonomian nasional masih sangat kecil.
“Ke depan riset itu harus diposisikan sebagai investasi bukan cuma kegiatan riset rutin, jadi karena investasi maka riset itu harus menghasilkan sesuatu yang kemanfaatannya bisa dirasakan, merupakan sesuatu yang dibutuhkan atau menjadi solusi bagi persoalan-persoalan yang dihadapi Indonesia dan Australia,” katanya.