REPUBLIKA.CO.ID, OUAGADOUGOU -- Sedikitnya 40 prajurit Mali tewas, 50 lagi cedera dan 70 orang dipenjarakan selama bentrokan baru-baru ini di Kota Kidal, Mali Utara, kata Juru Bicara Gerakan Nasional bagi Pembebasan Azawad (MNLA).
Juru Bicara MNLA Mossa Ag Attaher, yang berbicara pada Kamis (22/5) di Ouagadougou, mengatakan kelompoknya kehilangan dua orang sedangkan 10 orang lagi cedera.
Kelompok gerilyawan Tuareg juga mengatakan mereka telah merebut banyak barang dan perlengkapan dari militer, termasuk 50 kendaraan 4x4, 12 kendaraan lapis baja dan beberapa ton amunisi.
Selama beberapa hari, Kidal telah menjadi ajang bentrokan sengit antara militer Mali dan kelompok bersenjata Tuareg yang meliputi MNLA, yang mengumumkan telah merebut kota kecil tersebut dan beberapa wilayah di Mali Utara setelah mengalahkan militer pemerintah.
"Kami tidak merayakan kemenangan ini sama sekali, sebab kami tak ingin mengingini bentrokan ini," kata juru bicara MNLA itu, sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Jumat petang. Ia menyatakan "tujuan kelompok MNLA bukan berperang, tapi mendorong perdamaian dan pembangunan bagi rakyat Azawad --yang tinggal di Mali Utara".
Meskipun mendesak masyarakat internasional agar memberi dukungan buat penduduk Kidal dan korban cedera, Ag Attaher menyatakan pasukan MNLA telah diinstruksikan untuk melindungi semua wilayah yang telah diduduki sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Burkina Faso Djibril Bassole, yang menjadi penengah dalam krisis Mali pada 2013, menyampaikan kekhawatiran bahwa skenario 2012 mengenai pembagian wilayah Mali Utara dapat terulang.
Ketika berbicara kepada satu stasiun radio lokal pada Kamis, Bassole mengingatkan para pelaku bahwa "Kesepakatan Perdamaian 18 Juni 2013, yang ditandatangani di Ouagadougou, telah melarang penggunaan senjata oleh semua penandatangannya".