Kamis 29 May 2014 15:16 WIB

Analis: Pemilu Mesir Hanya Sandiwara

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Taufik Rachman
Pemilu Mesir (ilustrasi)
Foto: toonpool.com
Pemilu Mesir (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mesir masih menggelar pemilu presiden yang akan mulai memasuki hari kedua. Abdul Fattah al-Sisi yang hanya bersaing dengan Hamdeen Sabahi diperkirakan dapat meraih kekuasaan menduduki kursi presiden dengan mudah.

Namun, pemilu yang penuh dengan konflik ini pun dinilai hanya merupakan pemilu sandiwara. Menurut pengamat Timur Tengah Smith Al Hadar, pemilu yang tengah diselenggarakan di Mesir ini hanya digelar untuk melegitimasi Mantan Kepala Militer Mesir Abdul Fattah al-Sisi sebagai pemimpin Mesir. “Pemilu di Mesir hanya pemilu jadi-jadian untuk melegitimasi Sisi jadi pemimpin,” katanya, Selasa (27/5).

Ia mengatakan di dalam pemilu tersebut tidak ada demokrasi dan tidak semua bangsa Mesir memberikan suaranya, terlebih organisasi Ikhwanul Muslimin yang telah dicap sebagai teroris dan ditahan oleh otoritas Mesir. “Bahkan ada partai yang dilarang mengikuti pemilu. Pemilu tidak demokratis,” tambahnya.

Lanjutnya, Mesir seharusnya tidak lagi dipimpin oleh pihak militer. Namun, kondisi negara membutuhkan pemimpin yang kuat dan bahkan bertangan besi. Pasalnya, Mesir bergantung kepada Sungai Nil untuk kehidupan para warganya, sehingga para pemimpinnya harus dapat menjamin aliran sungai terjaga.

“Karena itu, masyarakat dengan mudah percaya militer. Masih banyak warga Mesir yang hidup miskin sehingga bagi mereka yang terpenting adalah terjaganya keamanan, tercukupinya kebutuhan pokok, dan kondisi itu telah dimanfaatkan oleh militer,” jelasnya.

Menurut Smith, kondisi Mesir setelah pemilu usai kemungkinan bisa lebih baik. Ia mengatakan pemerintahan Sisi nantinya akan dapat menjamin keamanan. “Tetapi untuk perbaikan perekonomian masih perlu waktu. Sisi perlu mengubah kebijakannya,” katanya.

Ia menambahkan, tantangan terberat Sisi apabila memimpin pemerintahan yakni di bidang perekonomian dan politik. Sisi juga dinilai akan sulit membangun Mesir karena membutuhkan dana yang besar, meskipun ia mendapatkan dana bantuan dari negara Teluk seperti Arab Saudi.

Selanjutnya, meskipun nantinya Sisi akan menjabat sebagai presiden, demokrasi di negara tersebut tidak akan hidup. Namun, tambahnya, kelompok Ikhwanul Muslimin tidak akan mati dan akan tetap berusaha bangkit.

 “Bahkan kelompok ini bisa membuat gerakan bawah tanah. Kelompok ini perlu diikutsertakan dalam pemilu meskipun begitu mereka juga perlu mengubah kebijakannya,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement