Jumat 30 May 2014 23:19 WIB

Inilah Proses Seleksi Impor Sapi Perah Australia

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan susu segar di Indonesia, kalangan industri sapi perah dari tanah air mencari sumber sapinya sampai ke Australia.

Wartawan ABC International Dina Indrasafitri, melaporkan ihwal prosesi impor sapi perah untuk selanjutnya dikirim ke Indonesia.

Selepas tengah hari di kawasan Undera, yang terletak sekitar 3 jam dari Kota Melbourne, dilaksanakan proses seleksi sapi perah untuk dikirim ke Indonesia. Sapi-sapi yang keadaannya sedang hamil tersebut dikumpulkan di sebuah petak berpagar, kemudian digiring, di tahan lehernya, dan diperiksa kondisinya.

Kali ini, petugas pemeriksa datang dari PT Greenfields Indonesia, yang bermarkas di Gunung Kawi, Jawa Timur. Sedangkan pemilik lahan dan sapi adalah Dairy Livestock Exports, perusahaan yang memang khusus menyediakan sapi perah untuk diekspor.

                                                                               Seleksi sapi perah oleh PT Greenfields Indonesia. (Foto: Dina Indrasafitri)
“Kami [PT Greenfields Indonesia], memiliki peternakan, pemrosesan susu, dan merk susu, Greenfields. Susu ini lebih mahal ketimbang produk lain di Indonesia, tapi permintaan tetap tinggi,” jelas Heru S Prabowo, kepala Unit Peternakan Sapi Perah PT Greenfields Indonesia.
“Pasarnya tumbuh sebesar 15 hingga 20 persen per tahunnya untuk produk kami,” jelasnya, belum lama ini.
Menurut Heru, salah satu faktor yang paling berperan dalam peningkatan permintaan produk susu adalah perubahan gaya hidup, seperti makin banyak dan sering orang mengkonsumsi kopi di kafe-kafe, dengan tambahan susu.
Hari itu, selain Heru, hadir juga Frank Tjoeka, perwakilan dari PT Lunar Chemplast, yang antara lain bergerak dalam bidang peternakan. "Di sini ini mereka memilih sapi untuk konsumen," jelas Frank.
Proses seleksi ini, katanya, dilakukan untuk memenuhi spesifikasi yang ditentukan Departemen Peternakan Indonesia sesuai protokol kesehatan. "Dari situ, mereka mengorganisasi pengiriman sapi ke Indonesia. Setelah seleksi, dipelihara di sini selama 14 hari, sebelum dikirim ke Indonesia," jelasnya.
Sapi-sapi jenis Friesian Holstein yang diseleksi. (Foto: Dina Indrasafitri)
Adam Pretty, pemilik Dairy Livestock Exports, yang hari itu juga mengawasi seleksi, menyatakan bahwa selain ke Indonesia, ia mengekspor sapi perah ke Malaysia, Vietnam, China, Filipina, Turki dan Eropa.
“China mengimpor sekitar 80 ribu sapi perah dari Australia tiap tahunnya, sekadar untuk perbandingan. Indonesia mungkin sekitar 2.000 per tahun, kebanyakan itu dari peternakan saya,” ucapnya.
Menurut Pretty, perusahaannya adalah pengekspor sapi perah utama ke Indonesia. Sekitar 90 persen sapi perah yang diimpor ke Indonesia berasal dari peternakannya.
Data dari Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2013 terdapat 636 ribu ekor sapi perah di Indonesia. Angka ini naik dari 354 ribu ekor pada tahun 2000.
Fauzi, Direktur Budidaya Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Departemen Pertanian, membenarkan bahwa ada kenaikan permintaan produk susu, namun Indonesia masih harus mengimpor sapi perah untuk memenuhi permintaan itu.
Saat ini, konsumsi susu di Indonesia adalah sekitar 10 hingga 12 liter per orang setiap tahunnya, jelasnya. Target pemerintah saat ini adalah bisa memenuhi 50 persen kebutuhan susu dalam negeri pada tahun 2020.
“Kalau sekarang kan sekitar 20-23 persen baru terpenuhi dari lokal. 75-80 persen masih impor,” jelas Fauzi.

Sapi Perah Khas Indonesia

Sapi-sapi yang diseleksi di peternakan Pretty hari itu adalah jenis Friesian Holstein, yang salah satu ciri khasnya adalah warna bulu hitam-putih.

Menurut Pretty, sapi yang ia ekspor adalah jenis genetika tinggi (hi-genetics), namun banyak peternak di Indonesia yang tak memiliki perlengkapan untuk memelihara jenis sapi seperti itu.
“Masalahnya, anda punya hewan yang sangat tinggi genetikanya dan kualitas pakan yang diberikan ke mereka amat rendah, hingga penurunan kondisi hewan itu amat cepat. Mereka jadi kurus dan tak bisa menghasilkan susu karena tubuhnya sudah dimodifikasi untuk memakan pakan dengan protein tinggi,” katanya.
Data dari Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2013 terdapat 636 ribu ekor sapi perah di Indonesia. (Foto: Dina Indrasafitri)
Menurut pengajar di Monash University, Dr. Mulyoto Pangestu, sapi jenis Friesian Holstein memang terkenal bisa menghasilkan susu dalam jumlah besar.
Mulyoto, lulusan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, dan Ilmu Pertanian University of Melbourne, membenarkan memang produktivitas sapi jenis itu bisa menurun di Indonesia, dikarenakan berbagai faktor, termasuk suhu.
“Kita bisa mendapatkan dingin yang sama. Tapi satu hal yang kita lupa, daerah tropis itu lembab, hingga retensi oksigen di paru-paru lebih rendah daripada di Australia yang kering. Artinya, proses metabolisme tak sebaik di Australia sehingga pengubahan makanan menjadi susu jadi lebih jelek,” jelasnya.
Menurut Mulyoto, minum susu memang hal yang terbilang baru bagi masyarakat Indonesia. Hingga, sapi di Indonesia pun cenderung dipandang sebagai sumber daging bukan susu.
“Introduksi susu di indonesia kan oleh Belanda untuk memenuhi kebutuhan Belanda, bukan untuk masyarakat. Secara tradisional Indonesia tak biasa minum susu sapi,” jelasnya.
Jumlah sapi di Indonesia pun tak sebanyak di India, misalnya, yang memang masyarakatnya sejak lama terbiasa minum susu.
“Di India ada jenis sapi yang memang menghasilkan susu, misal sapi sahiwal. Dan populasi sapi di India sangat tinggi. Jadi, meskipun produksi susu sapi Sahiwal tidak setinggi sapi Holstein, tetapi karena populasinya yang tinggi. Maka produksinya bisa mencukupi,” jelas Dr. Mulyoto.
Ia menerangkan bahwa Indonesia pun sebenarnya mengembangkan jenis sapi perah sendiri, bernama sapi grati, yang dikembangkan di daerah Pasuruan.
“Sapi itu berkembang sesuai kondisi iklim Indonesia,” jelas Dr. Mulyoto, “Memang produksi susunya tak seekstrim sapi holstein yang ada di Australia. Kalau sapi holstein yang ada di Australia itu di atas 30 liter per hari. Sapi grati sekitar 20 liter per hari tapi itu cukup lah untuk kondisi Indonesia.”
Namun, sapi grati mulai ditinggalkan, dan saat ini produksi lebih difokuskan pada sapi Holstein, yang diharapkan bisa menyesuaikan diri dengan kondisi Indonesia, ucapnya.

Ikuti Kompetisi Belajar Bahasa Inggris di Australia gratis - Klik tautan berikut: https://apps.facebook.com/australiaplus

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement