Jumat 06 Jun 2014 20:03 WIB

Presiden Rwanda Umumkan Kebijakan Anti-Teror 'Tembak di Tempat'

Paul Kagame
Foto: X01439
Paul Kagame

REPUBLIKA.CO.ID, KIGALI -- Presiden Rwanda Paul Kagame telah mengabaikan kritik terhadap catatan hak asasi manusia pemerintahannya, dengan mengatakan mereka yang dicurigai mengancam keamanan nasional bahkan harus ditembak di tempat, kata sebuah laporan, Jumat.

Komentarnya itu, yang disampaikan dalam sebuah pidato di bagian barat negara itu pada Kamis, terjadi sehari setelah Washington menuduh negara Afrika tengah tersebut melakukan penangkapan sewenang-wenang dan mendesak Kagame untuk menghormati kebebasan berekspresi.

"Mereka yang berbicara tentang penghilangan ... kami akan terus menangkap tersangka dan jika mungkin menembak di siang bolong mereka yang berniat untuk mengacaukan negara kita," kata Kagame seperti dikutip oleh surat kabar Afrika Timur.

Pada hari Rabu Amerika Serikat, yang telah menjadi semakin kritis terhadap pemerintah Rwanda dalam beberapa bulan terakhir, mendesak negara itu untuk "menjelaskan individu yang ditangkap selama dua bulan terakhir dan saat ini ada dalam tahanan."

"Kami juga menyerukan kepada Rwanda untuk sepenuhnya menghormati kebebasan berekspresi, termasuk untuk media sehingga mereka dapat menyelidiki, melaporkan dan memfasilitasi diskusi tentang isu-isu yang menjadi perhatian publik," kata Departemen Luar Negeri.

Rwanda dengan cepat menolak kritik itu, dengan mengatakan bahwa pihaknya menanggapi ancaman dari Pasukan Demokratik untuk Pembebasan Rwanda (FDLR) - sisa-sisa dari kelompok Hutu yang terkait dengan genosida tahun 1994 di mana setidaknya 800 ribu orang, terutama warga Tutsi, tewas.

"Dalam semua kasus, polisi dan badan keamanan di Rwanda telah bertindak secara sah. Individu yang dituduh memang pantas, dan menerima (itu), melalui proses - tuduhan lain, termasuk klaim 'penghilangan' adalah palsu," kata Menteri Luar Negeri Louise Mushikiwabo dalam sebuah pernyataan.

"Kami menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri dari wacana dan tindakan yang mendorong FDLR dan sekutunya, dan dengan demikian membahayakan kehidupan Rwanda," kata Mushikiwabo.

Negara Barat yang telah mendukung Kagame setelah genosida Tutsi pada 1994 menjadi semakin kritis akibat pengabaian pemerintah Kagame atas kritik dan dugaan intervensi pada Republik Demokratik Kongo.

Human Rights Watch bulan lalu melaporkan peningkatan jumlah penghilangan paksa di Rwanda dan mengatakan ada "indikasi keterlibatan agen negara."

Rwanda menuduh kelompok yang berbasis di New York itu menyebarkan informasi yang setara dengan "propaganda politik bagi kelompok-kelompok teroris."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement