Selasa 10 Jun 2014 05:17 WIB

Apakah Sisi Mampu Menyatukan Oposisi Mesir ?

Rep: c77/ Red: Muhammad Hafil
Suasana Mesir saat pengumuman terpilihnya Abdul Fateh Al Sisi sebagai presiden Mesir.
Foto: AP
Suasana Mesir saat pengumuman terpilihnya Abdul Fateh Al Sisi sebagai presiden Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO--Presiden baru Mesir, mantan kepala militer Abdel Fattah el-Sisi, mendapat warisan berupa bangsa yang terpecah tepat ketika popularitasnya sedang menurun. Sisi bersumpah pada hari Senin (9/6) dalam sebuah acara yang ditonton oleh jutaan warga Mesir,karena oposisi negara pasukan yang terpecah. 

Selama berlangsung acara, terjadi protes di jalanan. Protes dipimpin oleh pendukung Ikhwanul Muslimin, sejak militer mengambil alih pada Juli 2013 yang gagal menarik segmen lain dari oposisi. Termasuk grup anak muda dan liberal pada pergerakan 6 April. Oposisi mengatakan saatnya merapatkan barisan.

 " Apa yang dibutuhkan bukan lah kesatuan yang utuh, atau integrasi atas seluruh grup pro revolusi. Kami ingin membangun jaringan dan berkoordinasi  antara bermacam grup politik meskipun terdapat perbedaan dan  kesalahan," ujar Ayman Noor seperti dilansir dari Al Jazeera, politikus liberal yang melawan mantan presiden Hosni Mubarak pada tahun 2005.  

Nour menjelaskan bahwa oposisi harus fokus pada membentuk "front persatuan yang terdiri dari semua kekuatan pro-revolusi, yang berpartisipasi dalam revolusi 25 Januari, barisan yang akan mencari, di antara tujuan-tujuan lain, untuk menantang kudeta".

Meskipun kritik mereka tumbuh dari pemerintahan baru di bawah Sisi, oposisi belum mampu mengatasi perbedaan dengan Ikhwanul Muslimin dan pendukungnya, yang kini berkumpul di bawah apa yang disebut "koalisi pro-legitimasi".

Anggota biro politik dari Revolusi Sosialis, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kelompoknya bekerja sama dengan orang lain, seperti 6 April dan Misr al-Qawia, untuk "menjatuhkan rezim dan untuk membantu mencapai tujuan dari revolusi 25 Januari berdasarkan agenda politik bersama ". 

Dia mengkritik Ikhwanul Muslimin dan koalisi pro-legitimasinya sebagai terlalu sibuk dengan usaha mereka untuk "memulihkan legitimasi Morsi itu". "Koalisi pro-legitimasi tidak mengeluarkan pernyataan pun tentang masalah sosial dan ekonomi negara itu sejak kudeta militer. Semua slogan-slogan yang diajukan oleh koalisi bersifat politis dan berhubungan dengan Morsi kembalinya kekuasaan," kata Mohamedain. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement