REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Penyerangan dan pengambil alihan Kota Mosul, Selasa (10/6) kemarin, menjadi tanda ekspansi besar-besaran dari kelompok militan di Irak. Selain menduduki secara paksa kota kedua terbesar di Irak itu, mereka juga menangkap kendaraan militer yang digunakan warga kota untuk mengungsi.
Pengambil alihan Kota Mosul di Provinsi Niniwe juga menjadi tanda kekalahan yang berat bagi Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki. Kelompok bersenjata yang diduga adalah Islamic State of Iraq and the Levant (ISIL), menentang pemerintahan Maliki. Mereka juga bersikeras untuk dapat mendirikan sebuah basis untuk kelompok militan hingga melewati perbatasan Irak.
Mosul adalah kota yang jauh lebih besar dari Fallujah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran banyak pihak jika kekuatan ISIL dapat menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya. Mosul dan kota-kota di sekitarnya yang termasuk dalam provinsi Niniwe adalah wilayah makmur, yang menjadi rute utama ekspor minyak Irak.
"Mosul bukan Fallujah, ini bukan tempat ada bisa memagari wilayah itu dan melupakan," ujar Michael Knights, seorang analisis keamanan regional untuk kebijakan Timur di Washington Institute pada AP, Selasa (10/6).
Awal tahun ini, ISIL telah mengambil alih Kota Fallujah. Pemerintah hingga saat ini belum mampu mengambil Kota tersebut kembali.