Rabu 11 Jun 2014 13:14 WIB

Google Bantu Penderita Autis

Rep: c91/ Red: Muhammad Hafil
Google
Foto: Reuters//Andrew Kelly
Google

REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Selasa kemarin, Google Inc dan yayasan penelitian autism, Autism Speaks, mengumumkan kesepakatan penyimpanan data untuk proyek pengurutan 10.000 genom lengkap dari anak-anak penderita autisme. Data itu termasuk saudara dan orang tua mereka.

Melansir The Wall Street Journal, selain data pengurutan genom atau genome sequencing, Google pun akan menyimpan beragam data klinis lainnya. Kedua pihak yang terlibat berharap kerja sama mereka bisa memperkuat penelitian soal autisme.

Pembelajaran genom diangap, kunci untuk memahami Alzheimer, kanker, dan autisme. Hanya saja informasi DNA membutuhkan sistem komputasi dan penyimpanan yang berkapasitas besar. Sayangnya tak banyak universitas atau rumah sakit penelitian yang memilikinya.

Rencananya, kumpulan data ini akan menjadi bagian dari AUT10K, program pemetaan genom oleh Autism Speaks. Data tersebut dinilai sebagai koleksi terbesar genom lengkap, yang bida terbuka untuk semua peneliti, asalkan memenuhi syarat.

Perangkat analisis daya itu bakal tersedia pada sistem Google, dalam bentuk layanan komputasi awan. Perangkat Google tersebut akan menempatkan informasi dan perangkat analisis pada server yang dapat diakses dari jauh, sehingga memungkinkan kolaborasi mulus antara peneliti.

Program juga menyediakan akses bagi peneliti yang tak mempunyai sistem komputer kuat, agar dapat melakukan kajian genom secara mandiri. Secara keseluruhan, penelitian genom bertujuan mencari tahu bagaimana cara kerja berbagai penyakit dan kelainan dalam tubuh.

Para peneliti juga ingin mengetahui siapa saja yang mungkin memiliki kondisi tertentu, serta bagaimana cara merancang tindakan pengobatan. Penelitian genom sudah mendorong beberapa temuan penting, termasuk salah satu temuan signifikan dalam penelitian penyakit jantung. Salah satu temuan terbesar yang bisa diambil dari penelitian genetis autisme, adalah jenis autisme bukan hanya satu, melainkan banyak.

sumber : The Wall Street Journal
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement