Ahad 15 Jun 2014 05:12 WIB

Ingin Jadi Presiden, Suu Kyi Dorong Perubahan Konstitusi Myanmar

Rep: 54/ Red: Agung Sasongko
Aung San Suu Kyi
Foto: AP
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID,  KATHMANDU -- Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi berharap dukungan komunitas internasional atas upaya dia mendorong perubahan konstitusi di Myanmar. Hal tersebut dilakukan karena undangan-undang tertinggi produk rezim militer yang berlaku hari ini dianggap menjegal dia maju dalam pemilihan presiden tahun depan.

Perubahan konstitusi yang dilakukan Junta Militer pada 2008 memuat klausul tidak membolehkan warga negara Myanmar yang memiliki pasangan atau anak berkwarganegaraan asing untuk menjadi presiden. Para pendukung Suu Kyi menuding, hal tersebut secara ditujukan kepada Suu Kyi yang kedua anaknya berstatus warga negara Inggris.

Upaya kampanye perubahan konstitusi telah digaungkan Suu Kyi sejak dia terpilih sebagai legeslator pada 2012 lalu. Dalam pidatonya di hadapan para anggota parlemen Nepal, Sabtu (15/6), Suu Kyi menyatakan bahwa dia berharap bisa menjadi bagian dari proses pemilihan yang demokratis, yang dia sebut tak hanya bebas, tetapi juga adil.

"Pemilihan yang adil artinya adalah sebuah kompetisi yang adil bagi semua orang," ujar mantan tahanan politik tersebut.

Suu Kyi menyampaikan, gerakan perubahan konstitusi terus semakin besar menggema di negerinya. "Sangat penting agar semua rekan-rekan kami di seluruh dunia mengetahui perkembangan di Burma (Myanmar) dan mengetahui fakta bahwa ada orang-orang di sana yang mencoba mengalihan isu  menghadapi tuntutan ini," ujar perempuan 68 tersebut.

Selain mencari dukungan komunitas internasional, di Nepal, Suu Kyi juga menggaendakan berkunjung ke tempat kelahiran Budha, Lumbini, pada Ahad besok. Selepas itu, peraih Nobel bidang perdamaian tersebut juga dijadwalkan menerima penghargaan tertinggi di bidang yang sama dari pemerintah Nepal.

Suu Kyi pertama kali mengunjungi Nepal pada 1962 semasa remaja, ketika ibunya menjadi Duta Besar untuk India dan Nepal. Besama suaminya yang berkebangsaan Inggris, serta kedua anaknya, Suu Kyi pernah tinggal di Kathmandu pada 1973 dan mengajar Bahasa Inggris di sebuah sekolah Budha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement