Jumat 20 Jun 2014 18:36 WIB

Uganda Cueki Sanksi AS Soal Pemberlakuan UU Anti-Gay

Peta Uganda.
Peta Uganda.

REPUBLIKA.CO.ID, KAMPALA -- Pemerintah Uganda Jumat mengatakan sanksi Amerika Serikat terhadap negara tersebut atas pemberlakuan undang-undang anti-gay yang keras hanya akan sedikit berpengaruh, dan mereka menolak laporan kelompok hak asasi manusia bahwa UU itu akan menyebabkan meningkatnya pelanggaran HAM.

"Rakyat Uganda tahu mereka tengah keluar dari ketergantungan terhadap negara donor," kata jurubicara pemerintah Ofwono Opondo kepada AFP, Jumat.

"Kami tidak bisa memaksa Amerika untuk memberi kami uang. Rakyat Uganda harus siap dan kami melakukan dengan benar, membayar pengeluaran kami. Kami harus berhemat."

Dalam sanksi yang diumumkan Kamis, pejabat-pejabat Uganda tertentu yang terlibat dalam "pelanggaran HAM" -- termasuk terhadap komunitas gay -- akan dilarang memasuki AS, kata jurubicara Dewan Keamanan Nasional Caitlin Hayden.

Undang-undang yang ditandatangani oleh Presiden Yoweri Museveni pada Februari itu mengancam "perilaku homoseksual berulang" dengan hukuman penjara seumur hidup, melarang promosi homoseksualitas, dan meminta warga Uganda untuk melaporkan gay kepada pihak berwajib.

Undang-undang itu "bertentangan dengan hak asasi manusia universal dan memperumit hubungan bilateral kami," kata Gedung Putih, seraya mengulang kembali imbauan agar UU itu dicabut.

Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyamakan UU Uganda itu dengan UU anti-semit oleh Nazi Jerman.

Sanski-sanski yang diberlakukan meliputi penundaan latihan udara militer, pelarangan visa dan pembekuan beberapa bantuan.

Kelompok HAM mengatakan UU tersebut memicu peningkatan tajam penangkapan dan penyerangan terhadap komunitas lesbian, gay, biseksual dan transjender (LGBT).

Human Rights Watch (HRW) dan Amnesty International mengatakan dalam sebuah laporan bersama, pada Mei komunitas LGBT menghadapi "lonjakan kasus pelanggaran HAM", dengan adanya penangkapan, pengusiran atau kehilangan pekerjaan, dan setidaknya seorang transjender dibunuh sejak diberlakukannya UU tersebut.

Namun pemerintah mengesampingkan laporan itu dan mengklaim tidak menerima satupun laporan mengenai gay yang diintimidasi atau dilecehkan.

"Mengenai sanksi terhadap pejabat Uganda yang diduga mengintimidasi lesbian dan gay, biarkan mereka (Amerika) tidak menjadi pengecut dan keluar berbagi informasi mengenai siapa yang terlibat, dan hukum akan berjalan," kata Opondo.

"Kami terkejut sebuah pemerintahan asing justru yang melaporkan kasus-kasus dugaan pelanggaran ini sementara kami belum menerima satupun keluhan."

Opondo mengatakan Uganda akan bisa mengatasi masalahnya, seraya menambahkan "kami bisa mendanai anggaran kami hingga 82 persen."

"Kami tidak merasa sangat penting bagi rakyat Uganda untuk bepergian ke Amerika atau negara-negara lain."

"Dengan teknologi dunia maya yang modern kami bisa menjalankan bisnis dengan nyaman dari kantor-kantor nyaman kami."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement