Ahad 22 Jun 2014 13:28 WIB

Cina Tembak Mati 13 Orang Dalam Serangan di Kantor Polisi

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Joko Sadewo
 Shalat Jumat di Masjid Xinjian. Umat Muslim Cina kini berjumlah sekitar 28 juta jiwa dan tersebar di beberapa provinsi (halaltours-cn.com)
Foto: .
Shalat Jumat di Masjid Xinjian. Umat Muslim Cina kini berjumlah sekitar 28 juta jiwa dan tersebar di beberapa provinsi (halaltours-cn.com)

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Pasukan keamanan Cina menembak mati 13 orang di wilayah Xinjiang setelah mereka menabrakkan mobil ke kantor polisi.

"Hari ini (Sabtu) para penjahat menabrakkan mobil ke gedung keamanan pemerintah Kargilik di prefektur Kashgar dan meledakkan diri. Polisi mengambil tindakan tegas dan menembak mati 13 orang," demikian dilaporkan situs Tianshan, Sabtu (21/6).

Xinhua, Ahad (22/6), melaporkan tiga polisi terluka dan tidak ada warga sipil yang terluka. Serangan tersebut merupakan yang terbaru yang terjadi di Xinjiang. Namun, belum jelas siapa yang bertanggung jawab atas serangan Sabtu lalu. Sulit memverifikasi laporan dari media peemrintah karena akses bagi wartawan sangat dibatasi dan arus informasi diawasi dengan ketat.

Bulan lalu, serangan bom di pasar pagi di ibukota Xinjiang, Urumqi menewaskan 43 orang. Pada Maret, serangan bersenjata pisau di stasiun kereta api di Kunming menewaskan 29 orang dan melukai 143 orang.

Pihak berwenang Cina menuduh etnis Uighur sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Pemerintah memperberat hukuman terhadap kejahatan dengan kekerasan.

Analis Cina dari Hongkong Andrew Leung mengatakan situasi di Xinjiang berubah dari buruk menjadi lebih buruk. "Penduduk lokal merasa termarginalisasi karena gelombang masuk etnis Han dalam jumlah besar," katanya.

Otoritas di Xinjiang telah menahan puluhan orang yang diduga menyebarkan propaganda ekstremis, melarang kepemilikan senjata dan kejahatan lain. Pada 16 Juni, Cina mengeksekusi 13 orang yang dituduh melakukan serangan teror.

Pengadilan mendakwa mereka mengatur, memimpin dan berpartisipasi dalam kelompok teroris, melakukan pembunuhan, pembakaran gedung dengan sengaja, pencurian, dan merakit menyimpan dan membawa bahan peledak.

"Tindakan keras terhadap warga Uighur membuat warga semakin tidak tahan. Menembak dan menbunuh mereka yang melawan, dan menuduh mereka melakukan aksi terorisme dengan mengesampingkan akar masalah hanya akan memperburuk," ujar juru bicara Kongres Dunia Uyghur Dilxat Raxit melalui surat elektronik.

Dikutip dari CNN, Amnesty International mengatakan etnis Uighur mengalami diskriminasi luas saat mencari kerja, membeli rumah dan kesempatan mengenyam pendidikan. Etnis yang berasal dari Turki ini juga tidak memiliki kebebasan beribadah dan termarginalisasi secara politik.

Presiden Xi Jinping mengatakan awal tahun ini wilayah Kashgar yang berada di barat Xinjiang berada di garis depan terorisme. Kota Kashgar selama ini kerap menjadi pusat terjadinya kekerasan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement