REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY-- Australia mengumumkan akan menerapkan kebijakan yang lebih ketat bagi para pencari suaka. Negeri Kanguru tersebut mengatakan pengungsi harus mampu membuktikan mereka berada dalam risiko bahaya tinggi daripada sebelumnya agar tidak ditolak masuk.
Menteri Imigrasi Scott Morrison mengatakan perubahan itu menuntut pencari suaka wajib membuktikan klaim mereka. Bagi mereka yang tidak mempunyai dokumen lengkap permohonan visanya akan ditolak.
"Australia perlu meyakinkan diri bahwa pengungsi adalah benar sebagai pengungsi. Jika pencari suaka tidak bekerja sama dengan pemerintah untuk memastikan identitas mereka, mereka tidak seharusnya menerima jaminan," ujar dia, seperti dilansir AFP.
Australia telah memperketat kebijakan bagi pencari suaka dalam beberapa tahun terakhir. Mereka yang tiba dengan kapal tidak resmi akan ditolak tinggal di Australia meski mereka benar adalah pengungsi. Alih-alih, mereka akan ditahan di kamp penahanan di Pulau Manus di Papua Nugini dan Nauru. Pencari suaka akan tetap tinggal di sana hingga klaim mereka terbukti.
Akibat pengetatan kebijakan, jumlah pengungsi yang datang ke Australia jauh berkurang. Pengungsi dengan kapal tiba terakhir kali enam bulan lalu. Perdana Menteri Tony Abbott mengaku puas dengan hal tersebut.
Pemerintahan Abbott berjanji menghentikan gelombang datangnya pencari suaka dari Asia Tenggara yang datang dengan kapal kayu. Pengungsi yang datang dengan menumpang kapal tanpa perlengkapan keselamatan kerap menjadi korban keganasan laut.
Morrison mengatakan undang-undang yang baru diperkenalkan kepada parlemen itu akan memaksa pencari suaka untuk membuktikan identitas mereka. Namun, dia menambahkan, bantuan akan diberikan bagi mereka yang bepergian tanpa dokumen resmi atau tidak mampu membuktikan identitas mereka.
Morrison mengatakan Australia berkomitmen memenuhi kewajibannya sesuai hukum internasional untuk tidak mengirim kembali pengungsi yang menghadapi hukuman. Undang-undang tersebut akan mengubah ambang batas tingkat risiko yang dihadapi pencari suaka di negara asalnya jika nantinya mereka diizinkan tinggal.
"Ambang batas berlaku bagi individu dengan risiko paling sedikit 10 persen," kata dia.