Selasa 01 Jul 2014 15:34 WIB

Warga Hong Kong Gelar Demo Besar-besaran Tuntut Demokrasi

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Bilal Ramadhan
 Aktivis pro-demokrasi hongkong sedang berunjuk rasa    (AP/Kin Cheung)
Aktivis pro-demokrasi hongkong sedang berunjuk rasa (AP/Kin Cheung)

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG-- Warga Hong Kong berencana menggelar aksi turun ke jalan menuntut pelaksanaan demokrasi yang lebih baik dan memilih sendiri pemimpin mereka. Penyelenggara memperkirakan sedikitnya 150 ribu orang akan bergabung.

Jalan bersama akan dimulai dari Victoria Park menuju pusat kota. Protes tersebut dilakukan setelah hampir 800 ribu warga mengikuti referendum mendukung demokrasi. Surat kabar milik pemerintah Global Times menyebut pemilihan itu menggelikan dan memecah belah.

Pemerintah Hong Kong mengatakan pemilihan 10 hari itu tidak mempunyai dasar hukum. Cina memperingatkan konfrontasi politik tidak akan membawa demokrasi,  tetapi hanya akan mengguncang fondasi demokrasi yang sedang dibangun.

Protes massa yang terjadi di masa lalu mampu meyakinkan Cina mengubah kebijakan terhadap Hong Kong. Namun, kali ini pemimpin Partai Komunis tampaknya bergeming. Menjelang unjuk rasa, sekelompok demonstran membakar salinan White Paper yang dikeluarkan Kabinet Cina awal bulan ini yang memicu kemarahan warga Hong Kong.

Dalam dokumen itu tertera status otonomi yang disandang Hong Kong tidak melekat, tapi diberikan oleh pemerintah pusat Cina. "Setelah Dewan Negara Cina mengeluarkan White Paper, Hukum Dasar hanya formalitas," ujar aktivis Derek Chan mengacu pada konstitusi Hong Kong  yang mempunyai prinsip satu negara, dua sistem, Selasa (1/7).

Chan dan para demonstran membawa peti mati dan poster bertuliskan "RIP Hong Kong" di luar arena upacara bendera yang dihadiri pejabat untuk memperingati penyerahan Hong Kong dari Inggris kepada Cina pada 1 Juli 1997.

Sekretaris Jenderal Federasi Mahasiswa Hong Kong Zhou Yongkang mengatakan aksi akan berlangsung damai. "Ini adalah cara menunjukkan pada rakyat apa tujuan gerakan ini. Proses ini akan berlangsung damai, tanpa kekerasan dan teratur. Gerakan ini akan menuntut pemerintah agar memahami ada krisis dalam pemerintahan di sini," ujar dia, dikutip dari VOA News.

Pemimpin komunis Cina berjanji akan mengizinkan warga Hong Kong memilih pemimpin mereka pada 2017. Namun, kandidatnya harus disetujui Cina terlebih dulu. Aktivis prodemokrasi berjanji akan menutup pusat ekonomi di kota jika pemerintah gagal melakukan reformasi pemilihan umum yang tidak sesuai dengan standar internasional. Imbas dari dikeluarkannya White Paper itu menambah keretakan antara Hong Kong dengan pemerintah Cina.

"Hanya dengan menjaga stabilitas Hong Kong kita dapat menjaga kemakmuran ekonomi kita. Hanya dengan mempertahankan kemakmuran Hong Kong kita dapat meningkatkan mata pencaharian masyarakat," kata Pemimpin Hong Kong CY Leung.

Warga Hong Kong menaruh ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat di Beijing, menurut survei opini yang dirilis secara terpisah oleh dua universitas. Hong Kong University menyurvei 963 orang melalui telepon. Hasilnya, persentase orang-orang yang bangga menjadi Cina berada pada titik terendah sejak 1998.

[removed][removed] [removed][removed]

[removed][removed] [removed][removed]

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement