REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Pemerintah Negara Bagian Australia Barat mengungkapkan, pengenalan 'GPS' atau alat navigasi untuk melacak pelaku kekerasan seksual berat, belum mampu membebaskan narapidana pelaku kekerasan seksual di wilayah itu.
Dua pelaku kekerasan seksual yang berulang dibebaskan dari penjara Australia Barat minggu lalu. Keadaan ini memicu protes warga di sana. Pihak oposisi menyebut, alat pelacak itu justru telah memicu lebih banyaknya pembebasan pelaku kekerasan seksual, namun Menteri Penanggulangan Darurat dan Hukum di negara bagian ini, Joe Francis, membantah tudingan itu.
“Jika sistem navigasi GPS tidak ada, narapidana itu saya rasa juga akan dibebaskan. Namun bukannya menggunakan teknologi GPS ini, mereka akan menggunakan gelang pelacak tua bersistem analog yang menggunakan serat tembaga milik ‘Telstra’,” jelasnya, baru-baru ini.
Pada tahun 2012, Menteri Penanggulangan Darurat dan Hukum kala itu, Terry Redman, membenarkan bahwa rencana penggunaan alat pelacak tersebut dapat menyebabkan lebih banyak pelaku kriminal kekerasan seksual dibebaskan dari penjara.
Namun Joe mengatakan, GPS itu tidak memicu pembebasan narapidana.
“Itu pernyataan Menteri Terry. Sebagai menteri, ketika saya merilis alat navigasi GPS ini, saya telah menegaskan bahwa ini bukanlah sebuah alat yang dapat digunakan untuk membebaskan seseorang. Ini alat bantu saja, ketika mereka dibebaskan, ini untuk membantu kita memonitor aktivitas mereka,” urainya.