REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG-- Umat Muslim di wilayah Xinjiang, Cina terutama yang bekerja sebagai para pegawai negeri sipil, siswa, dan guru dilarang menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.
Larangan ini sontak membuat sejumlah kelompok etnis yang kerap diasingkan ini mengecam larangan itu pada Rabu (3/6) waktu setempat. Partai Komunis Cina yang sebagian besar beragama ateis ini selama bertahun-tahun telah membatasi warga Xinjiang untuk berpuasa.
Biro urusan komersial Turfan, Senin, mengatakan disitusnya jika pegawai negeri dan mahasiwa tidak boleh berpuasa, dan mengikuti kegiatan keagamaan selama Ramadhan. Radio dan TV Bozhou yang dikelola di sebuah universitas memberitakan akan menegakan larangan tidak berpuasa selama Ramadhan bagi anggota partai, guru, dan orang-orang muda lainnya selama Ramadhan.
"Kami mengingatkan semua orang bahwa mereka tidak diperbolehkan menjalankan puasa Ramadhan," radio itu menyerukan.
Biro Cuaca di wilayah Qaraqash, bagian barat Xinjiang, mengatakan di situsnya sesuai instruksi dari otoritas tertinggi, seluruh staf tidak boleh berpuasa selama Ramadhan. Sebuah kantor pemerintah yang mengelola Sungai Tarim memposting foto staf yang mengenakan topi tradisional Uighur "doppa", makan siang bersama rekan non-Muslim.
Di masa lalu, pemerintah Cina yang melarang berpuasa berdalih agar pegawai pemerintah terjamin kesehatannya. Tidak hanya itu saja yang dilakukan Cina untuk menghadang untuk berpuasa. Cara lain yang dilakukan seperti pihak berwenang Cina mendorong orang-orang Uighur menyantap makanan gratis.
Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uighur Dunia di pengasingan, mengatakan petugas Cina memeriksa setiap rumah dan memaksa penghuninya tidak menjalankan ibadah puasa.
"Cina seharusnya dapat menjamin kebebasan setiap warganya yang beragam seperti warga Uighur dan Xinjiang. Dan dapat menghentikan aksi penindasan seperti ini," kata Raxit.