REPUBLIKA.CO.ID. AUSTRALIA -- Kampanye hitam yang dilancarkan masing-masing kubu calon presiden terhadap capres saingannya tak hanya menerpa para pemilih di Tanah Air. Buktinya, kampanye hitam itu sama dahsyatnya dialami para pemilih di luar negeri.
Tak hanya itu,derasnya kampanye hitam membuat para pemilih asal Indonesia yang sudah memberikan suara di luar negeri semakin antusias mendukung calon mereka.
Proses pemungutan suara bagi Pilpres Indonesia 2014 sudah selesai dilakukan akhir pekan, yang dimulai hari Jumat (4/7) di negara-negara kawasan Timur Tengah. Pada Sabtu (5/7) dilakukan di beberapa negara seperti Australia, Malaysia, dan Inggris. Sisangnya pemilihan dilakukan pada Ahad (6/7) seperti di Hongkong, Singapura, dan Amerika Serikat.
Sejauh ini, dalam pantauan ABC, proses pemungutan suara berlangsung teratur di banyak negara, dengan tingkat partisipasi pemilih yang melonjak tajam dari angka di pemilihan legislatif bulan April lalu.
Hanya di Hongkong yang sempat terjadi insiden - ketika ribuan orang dilaporkan tidak bisa memberikan suara dalam proses pencoblosan di Victoria Park. Alasannya, panitia harus mengosongkan lapangan tersebut pukul 17 waktu setempat, sementara masih ada ribuan orang yang belum memberikan suara mereka.
Suasana antrian bagi pemungutan suara di Victoria Park Hongkong hari Minggu (6/7/2014). (Photo: Migrant Care)
Pilihan yang jelas itu, diakui oleh salah seorang pemilih di Melbourne, Gonggo Susanto, sebagian besar karena begitu banyaknya informasi, terutama kampanye negatif yang ditujukan kepada kedua calon, yang terutama muncul di sosial media seperti Facebook dan Twitter.
"Menurut saya, kampanye hitam ini sudah berlebihan, sebenarnya malah membuat kita capek melihatnya. Namun saya yang semula mau golput, akhirnya memutuskan untuk memilih. Saya mencoba untuk tidak mendasari pilihan saya atas berbagai kampanye hitam tersebut, namun melihat mana calon yang bagus dalam hal tertentu, misalnya di bidang pendidikan," kata Gonggo.
Beberapa pemilih lain yang ditemui ABC di Melbourne menggunakan kata-kata seperti "merasa terpanggil" "harus ikut campur tangan" sebagai alasan mengapa mereka datang untuk memberikan suara dalam pemilihan presiden kali ini.
Sebagian besar di antara mereka menyetujui bahwa ada begitu banyaknya kampanye hitam yang terjadi selama ini.
ABC sudah berbicara dengan para pemilih di Melboune, Sydney, Adelaide, Kuala Lumpur, Singapura , Manila dan London. Pada umumnya mereka menggambarkan suasana pemungutan suara yang begitu meriah.
"WNI dari berbagai lapisan tumpah ruah, menyatu. Kalau lihat demikian, kok tidak terasa ya tensi yang tinggi seperti di tanah air? Baik petugas maupun pemilih, semuanya berwajah cerah, gembira, optimis sekalipun dalam suasana Ramadan," kata Setiawan Tjahjono dari Singapura, baru-baru ini.
"Saya belum pernah melihat KBRI seramai ini orang antri panjang. Yang belum terdaftar juga semangat menggunakan hak.pilih mereka. Gembira suasananya. Saya belum pernah merasa ada pemilu seseru ini dan banyak sekali pemilih muda yang datang," kata Ayun Sundari staf Asia Development Bank asal Indonesia yang sekarang berkantor di ibukota Filipina, Manila.