REPUBLIKA.CO.ID, NEW SOUTH WALES -- Tahun ini adalah tahun pertanian keluarga internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa pun berusaha meningkatkan kesadaran perihal pertanian dan ketahanan pangan. Dalam pasar global yang begitu kompetitif, bagaimana pertanian keluarga bisa bertahan?
Menurut seorang petani dari New South Wales, Australia, Linda Chalmers, salah satunya adalah dengan berpikiran terbuka. "Saya rasa, salah satu yang bisa kita lakukan adalah tetap positif, semangat, percaya akan usaha kita, dan cari cara agar kita tetap bisa berkembang sebagai bisnis," jelasnya, belum lama ini.
Chalmers bersama suaminya, Rod, memutuskan membeli lahan di kawasan Sea Lake, negara bagian Victoria. Selain itu, mereka pun mulai bergerak di bidang domba jenis Dorper, yang bisa produktif di daerah lapangan rumput asli Australia.
Menurut Chalmers, ia mendapat banyak dukungan dari anak-anaknya.
Nick Rose, koordinator nasional Aliansi Kedaulatan Pangan, menyatakan bahwa kesuksesan pertanian keluarga harus ditopang oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun berbagai tingkat pemerintah daerah.
Rose bercerita bahwa propinsi Ontario di Kanada tahun lalu meloloskan kebijakan pangan lokal yang menginvestasikan 30 juta dollar (Rp 351 miliar) selama tiga tahun, guna menopang sistem pangan lokal.
Amerika serikat pun mengikuti langkah ini.
"Departemen Pertanian AS mengalokasikan 78 juta dollar untuk mendukung sistem-sistem pangan lokal di berbagai daerah di Amerika Serikat bulan April tahun ini," jelas Rose,
"Jadi kita bisa lihat ada bukti institusionalisasi dan dukungan pemerintah bagi sistem pangan lokal, yang sangat membantu pertanian keluarga."
Selama masa pemilihan umum negara bagian Victoria, Aliansi Kedaulatan Pangan, Asosiasi Pasar Tani Victoria dan Food Bank Victoria berkampanye untuk dikeluarkannya kebijakan pangan lokal.