REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Bagi Abdelrahman M. Alnweiri, menjadi dokter yang baik untuk Palestina adalah cita-cita tersendiri. Beruntung ia mendapatkan beasiswa dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) untuk belajar ilmu kedokteran di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
“Kalau niatnya hanya untuk sendiri, jadi gampang malas. Jadi saya ingin bermanfaat untuk Palestina,” kata dia.
Menurut Abdel, di Palestina, merdeka dan hidup tenang adalah dua impian yang tidak dapat dipisahkan. “Mau hidup tenang harus merdeka. Mau merdeka harus berjuang. Jadi orang Palestina tidak bisa diam. Tidak bisa hanya melihat apa yang terjadi, lalu menunggu bantuan dari negara lain. Jadi harus berjuang untuk merdeka. Sebelum merdeka, orang Palestina tidak mungkin bisa hidup tenang,” kata Abdel.
Abdel mengatakan, kemerdekaan menjadi satu-satunya syarat agar rakyat Palestina dapat hidup tenang. Kalaupun mereka hidup tenang dalam kondisi belum merdeka, Abdel mengatakan hal tersebut hanya bersifat sementara. Perjanjian-perjanjian damai baginya hanya menjadi buah bibir manis yang dijanjikan Israel. Tak lama setelahnya, Israel akan kembali menyerang rakyat Palestina.
Menurut Abdel, semangat untuk berjuang bagi rakyat Palestina mengalir dalam darah setiap warga Palestina. Masing-masing orang di Palestina mempunyai harapan untuk dapat bermanfaat bagi negara.
“Tidak semua berperang, tapi semua berjuang dengan posisinya masing-masing. Semua bermimpi untuk bisa bermanfaat untuk Palestina. Ibu-ibu mengharapkan anaknya bisa bermanfaat untuk Palestina. Guru-guru mengajarkan anak-anaknya untuk bisa bermanfaat untuk Palestina,” ujar dia.
Abdel sendiri sangat berharap agar dapat menjadi salah satu tenaga medis di Palestina. Dia menuturkan, kondisi layanan kesehatan di Palestina sangat memprihatinkan. Fasilitas rumah sakit di Palestina bahkan tidak bisa dibandingkan dengan rumah sakit terkecil di Indonesia. Bantuan kesehatan biasanya lebih dimanfaatkan untuk keperluan-keperluan darurat, mengingat serangan Israel bisa terjadi kapan saja.
Karena minimnya fasilitas ini, Abdel mengatakan, Mentri Kesehatan Palestina meninggal dunia ketika menjalani operasi jantung. “Padahal dia Mentri Kesehatan dan dia juga seorang dokter,” kata Abdel.