Jumat 11 Jul 2014 04:42 WIB

Capres Afghanistan Saling Klaim sebagai Pemenang, AS Prihatin

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Julkifli Marbun
Abdullah Abdullah
Foto: AP/Massoud Hossaini
Abdullah Abdullah

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan Afghanistan berada pada titik kritis dalam transisi pemerintahannya. Kerry tiba di Afghanistan, Jumat, untuk berbicara dengan kedua kandidat presiden mengenai kisruh hasil pemilu.

"Ini merupakan saat kritis dari transisi yang penting bagi masa depan pemerintah Afghanistan," ujar Kerry kepada wartawan di Beijing, dikutip dari Gulf Today, Kamis (10/7).

AS berjanji akan mendorong semua pihak di Afghanistan untuk mencari solusi damai.

"Kami akan mendorong keduanya untuk tidak menaikkan harapan bagi pendukung mereka, menunjukkan rasa hormat terhadap proses audit dan proses akuntabilitas, dan juga menunjukkan sikap kenegarawanan dan kepemimpinan," kata Kerry.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Jeff Rathke mengatakan Kerry akan bertemu dengan kandidat presiden Abdullah Abdullah dan Ashraf Ghani, dan Presiden Hamid Karzai. Dia mengatakan Kerry akan mendorong dilakukan peninjauan menyeluruh segala dugaan kecurangan, yang akan memerlukan audit tambahan signifikan.

"AS tidak mendukung salah satu kandidat. Kami mendukung proses yang kredibel, transparan dan inklusif yang menegaskan komitmen rakyat Afghanistan pada demokrasi," kata Rathke.

Kerry sebelumnya telah memperingatkan upaya penyelesaian masalah dengan kekerasan atau cara-cara inkonstitusional lainnya bisa berdampak pada penarikan bantuan AS.

Komisi Pemilihan Umum Independen, berdasarkan hasil awal, telah mendeklarasikan Ghani memenangkan pemilu putaran kedua pada 14 Juni dengan perolehan suara 56,44 persen. Perolehan bisa saja berubah saat pengumuman resmi pada 22 Juli.

Abdullah yang memenangkan pemilu putaran pertama menolak hasil tersebut. Dia menyebut pemilu putaran kedua itu sebagai kudeta terhadap rakyat.

"Tidak diragukan, kami adalah pemenang pemilu kali ini," kata Abdullah dikutip dari The Wall Street Journal.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement