REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Kepala juru runding Iran untuk pembicaraan nuklir di Wina pada Sabtu memperingatkan bahwa Teheran siap mundur jika tuntutan-tuntutan "berlebihan" dari Barat menyebabkan kegagalan, delapan hari sebelum jatuhnya tenggat waktu bagi kesepakatan.
Ketua perunding Abbas Araqchi mengatakan, kendati demikian, ia berharap hadirnya para menteri luar negeri, termasuk Menlu Amerika Serikat John Kerry, pada Minggu akan membantu mengatasi "perbedaan-perbedaan tajam" yang masih ada.
"Kalau kami lihat tuntutan-tuntutan berlebihan (dari kekuatan Barat) masih tetap ada dan bahwa kesepakatan tidak mungkin tercapai, ini bukan drama, kami akan meneruskan program nuklir kami," kata Araqchi.
"Kehadiran para menteri (luar negeri) akan memberikan pengaruh positif," katanya kepada televisi pemerintah Iran dari ibu kota Austria.
"Ada hal-hal di mana para menteri tersebut perlu mengambil keputusan."
Pembicaraan Iran dengan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa --ditambah Jerman-- ditujukan sebagai alat tawar-menawar dalam menurunkan kegiatan nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sanksi-sanksi.
Kesepakatan itu ditujukan untuk menghindarkan Iran memiliki bom nuklir setelah gagalnya diplomasi yang dijalankan selama satu dekade, ancaman perang serta perluasan program atom Iran.
Iran membantah pihaknya menginginkan senjata nuklir.
Tenggat waktu bagi pencapaian kesepakatan adalah 20 Juli, yaitu ketika perjanjian sementara berakhir --kendati hal itu bisa diatur ulang jika kedua pihak sepakat.
Menlu AS John Kerry diperkirakan tiba di Wina Sabtu malam atau Minggu pagi. Di ibu kota Austria itu ia akan bertemu dengan mitra-mitranya, yaitu Menlu Inggris William Hague, Menlu Prancis Laurent Fabius dan Menlu Jerman Frank-Walter Steinmeier.
Namun, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dipastikan tidak akan hadir sementara dari pihak Tiongkok belum diketahui siapa yang akan mewakili negara tersebut dalam pertemuan di Wina.